Langkah-langkah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut ;
 Memulai perbaikan dari dalam
Hal ini sangat ditekankan sekali karena seorang pemimpin adalah tokoh panutan, terutama bagi rakyatnya. Tidak bijak dan tidak etis sama sekali jika seorang pemimpin hanya bisa memerintahkan ini itu dengan seenaknya sendiri, sedangkan ia sendiri atau keluarganya masih sering melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Ada baiknya jika kita menilik ke belakang, nun jauh sana di era daulah umayyah. Di sana kita akan mengetahui seorang pemimpin yang menerapkan poin ini dengan sangat baik. Dia adalah Umar bin Abdul Aziz. Salah satu kebijakan yang ia terapkan adalah memerintahkan anggota keluarganya dan para keluarga umayyah untuk mengembalikan harta yang bukan milik mereka yang hakikatnya adalah milik rakyat. Pernah suatu kali ia mengumpulkan sanak familinya untuk makan-makan, lantas mereka dibiarkan kelaparan tanpa makanan dalam jangka lama. Kemudian ia memberikan makanan sederhana, gandum, kurma. Setelah mereka melahap semua dan kenyang, baru ia menghidangkan kepada mereka makanan yang enak dan lezat. Namun mereka tidak bernafsu lagi. Lantas ia berkata: “kenapa kalian berani masuk neraka hanya dalam urusan makan minum ?.”
 Jujur tapi waspada
Merupakan keharusan bagi seorang mukmin untuk bersikap jujur, terutama orang yang diberi amanat untuk mengurusi rakyat. Namun juga jangan sampai terlena akan senyuman orang yang kita jumpai. Yakni sikap waspada juga perlu dimiliki. Umar bin alkhottob radliallahu anhu pernah berkata : “aku bukanlah penipu, tapi aku tidak bisa ditipu”. Beliau memang diberi firasat yang tajam. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibn Jawzy dalam kitab “al adzkiya’”, sayyidina Umar alfaruq saat duduk bersama para sahabat beliau melihat seseorang yang lewat didepannya. Lantas ia berkata : “firasatku mengatakan bahwa orang tersebut adalah dukun dan peramal, semoga saja firasatku tidak salah’. Beliau memanggil orang tadi dan menanyakan perihal dirinya dan ternyata memang benar ia adalah seorang dukun dan peramal.
 Memilih pembantu yang baik
Sebagai orang yang mempunyai beban yang sangat berat, seorang pemimpin memang harus memilih pembantu yang akan ia jadikan orang terdekatnya, sebagai tempat curhat dan meminta pertimbangan dalam urusan-urusannya, terlebih urusan rakyat.
Orang terbaik untuk dijadikan teman dekat sekaligus penasehat adalah ulama yang baik. Contoh dari pemimpin terdahulu adalah kholifah Harun arrosyid dari daulah Abbasiyyah. Suatu hari ia ingin menemui ulama untuk mendengar nasehat dari mereka. Diantara ulama yang ia temui adalah Al fudloil bin Iyadl. Ia masuk ke rumah Al Fudloil sebagai seorang murid yang hendak sowan ke rumah gurunya. Harun arrosyid suatu kali pernah didatangi oleh syeh Ibn Sammak, dan saat ia mengambil kendi yang berisi air untuk ia minum, syeh Ibn Sammak tadi mencegahnya seraya berkata : “baginda, andai baginda tidak diperbolehkan minum air itu, maka dengan apa baginda akan membelinya?” Harun arrosyid menjawab : “ aku akan membelinya dengan setengah kerajaanku.” Dan setelah ia meminumnya, syeh Ibn Sammak tadi berkata lagi: “wahai baginda, seandainya apa yang anda minum tadi tidak bisa keluar dari tubuh anda, maka apakah yang akan anda serahkan?’. Harun pun menjawab dengan jawaban yang sama. Lantas syeh Ibn Sammak meneruskan nasehatnya; “baginda, sungguh kekuasaan yang harganya Cuma seceguk minuman dan air kencing alangkah baiknya kalau tidak diperebutkan”.lalu Harun arrosyid menangis dengat sangat.
Setiap orang mempunyai dua pendamping, ada yang menyuruhnya pada kebaikan dan ada yang menyuruhnya keburukan, sebagaimana dalam hadits nabawy berikut:
وَفِي صَحِيح الْبُخَارِيّ عَنْ أَبِي سَعِيد عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " مَا اِسْتَخْلَفَ اللَّه خَلِيفَة إِلَّا كَانَ لَهُ بِطَانَتَانِ : بِطَانَة تَأْمُرهُ بِالْخَيْرِ , وَتَحُضّهُ عَلَيْهِ , وَبِطَانَة تَأْمُرهُ بِالشَّرِّ , وَتَحُضّهُ عَلَيْهِ , وَالْمَعْصُوم مَنْ عَصَمَ اللَّه "
Artinya: “Allah tidak mengangkat seorang pemimpin kecuali ia akan didampingi dua pendamping; ada yang menyuruhnya berbuat kebaikan dan ada yang menyuruhnya berbuat keburukan. Hanya orang yang dijaga Allah lah yang akan selamat”.
 Tegas dalam memberantas kemungkaran
Dalam sejarah pemerintahan kholifah rosyidin, kita menemukan tindakan tegas dalam memberantas kemungkaran. Yaitu saat sayyidina Umar Ibn khottob mengetahui bahwa ada jual beli minuman keras di sebuah desa. Lantas beliau memerintah untuk membakar desa tersebut. Mungkin ini salah satu hal yang menyebabkan syetan menjauh dari jalan yang beliau lewati, sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallahu alaihi wasaallam.
 Berpijak pada akidah yang benar
Dulu Sholahuddin al ayyubi sebelum berhasil membebaskan AlQuds(masjid al Aqsho) ia terlebih dahulu membersihkan daerah kekuasaan Islam dari syiah. Kala itu di Mesir terdapat daulah fathimiyyah yang bermadzhab syiah. Lantas oleh Sholahuddin dihancurkan. Mungkin di Indonesia paham-paham yang layak untuk diberantas adalah liberal, syiah dan wahhabi.

 Selalu mengharap kepada Allah
Tidak dipungkiri bahwa kekuatan ruhiyah mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun atau menjaga suatu negara. Salah satu hal yang dilakukan oleh nabi Muhammad pada malam perang badr, beliau tidak henti-hentinya memohon kepada Allah, bersimpuh dengan penuh penghambaan kepadaNya. Begitu juga apa yang dilakukan oleh Muhammad al fatih sang penakluk Konstantinopel saat melawan romawi. Diceritakan pada suatu malam pembantunya masuk ke baraknya, ia dikagetkan dengan menemukan tuannya menaruh dahinya di tanah tanpa alas apapun. Ia melakukannya dalam tempo yang lama.
 Menjaga dan membangun syiar Islam
Salah satu hal yang perlu diketengahkan disini adalah bahwa pentingnya sebuah identitas. Logo atau simbol merupakan salah satu cara menunjukkan sebuah identitas dan ciri khas sesuatu. simbol dalam Islam lebih disering disebut dengan syiar. Allah sendiri telah memerintahkan nabi Ibrohim alaihis salam untuk membangun sebuah simbol agung atas ketauhidan Allah yaitu ka’bah di Mekkah. Demikian halnya sikap kita terhadap syiar-syiar islam yang lain semisal masjid, pondok pesantren dam buku-buku agama. Untuk pemerintah sekarang dapat melakukan poin ini dengan membantu pembangunan masjid, madrasah atau pondok pesantren. Tentu semua itu dengan pengawasan orang ahli mengenai kepantasan suatu masjid atau madrasah tersebut untuk menjadi penerima bantuan. Bentuk lain dari penjagaan terhadap syiar Islam adalah dengan mempermudah jamaah haji untuk melakukan ibadah haji dengan segala tetek bengeknya. []


(Wasiat pendiri khilafah utsmaniyyah “Utsman Artoghrul” kepada anaknya “Urukhan”)

Wahai anakku, janganlah engkau menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah Tuhan semesta alam, dan jika engkau dihadapkan pada suatu permasalahan yang pelik maka mintalah petunjuk pada para ulama.
Wahai anakku, hormatilah orang yang taat padamu, berilah kesejahteraan pada perajurit, jangan sampai engkau ditipu syetan dengan tentara dan hartamu, dan janganlah engkau menjauh dari ulama syariah.
Wahai anakku, sungguh engkau telah mengetahui bahwa tujuan kita adalah mencapai ridlo Allah, dan dengan berjihad cahaya agama kita akan menyebar ke seluruh penjuru dunia, maka timbullah ridloNya.
Wahai anakku, kita ini bukan termasuk orang-orang yang mengobarkan perang dengan tujuan menguasai kebijakan atau menguasai individu, hidup dan mati kita adalah demi islam. Dan inilah wahai anakku apa yang pantas untukmu.

Dalam riwayat lain sebagai berikut :
Ketahuilah wahai anakku, sesungguhnya menyebarkan islam, mengajak manusia padanya dan menjaga harga diri serta harta orang muslim merupakan amanat di pundakmu yang akan dimintai pertanggung jawabannya besok.
Dalam buku “penderitaan keturunan Utsman” terdapat redaksi berbeda mengenai wasiat Utsman kepada anaknya Urukhan :
Wahai anakku, aku akan kembali kepada Tuhanku dan aku sangat bangga terhadapmu dengan (harapan) engkau bersikap adil terhadap rakyat dan berjihad di jalan Allah untuk menyebarkan Islam.
Wahai anakku, aku berpesan padamu tentang ulama, jagalah mereka baik-baik, hormati mereka dan ikutilah petunjuk mereka karena mereka tidak memerintahkan kecuali hal yang baik.
Wahai anakku, jangan sekali-kali engkau berbuat sesuatu yang tidak Allah ridloi, dan jika engkau menghadapi suatu kesulitan maka bertanyalah pada ulama syariah karena mereka menunjukkan kepada kebaikan.
Dan ketahuilah wahai anakku bahwa jalan kita satu-satunya di dunia ini adalah jalan Allah dan tujuan kita satu-satunya adalah menyebarkan agama islam. Dan kita bukanlah orang-orang yang memburu pangkat dan dunia.
Dalam buku “sejarah utsmani” berwarna ada beberapa redaksi wasiat Utsman pada anaknya :
Pesanku pada anak-anakku dan teman-temanku : Jagalah keagungan agama Islam yang mulia ini dengan selalu melakukan jihad di jalan Allah, junjung tinggi panji islam dengan jihad yang sempurna, bekerjalah untuk Islam selalu, sebab Allah telah menugaskan seorang hamba yang lemah sepertiku untuk membuka negeri-negeri . Pergilah kalian dengan membawa kalimat tauhid ke ujung dunia dengan berjihad di jalan Allah, dan siapa saja dari keturunanku yang menyimpang dari kebenaran dan keadilan, ia tidak akan mendapat syafaat nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam kelak di hari mahsyar.
Wahai anakku, tidak seorangpun di dunia ini yang bisa menghindar dari kematian, dan ajalku pun telah tiba, aku serahkan negeri ini padamu dan aku titipkan dirimu pada Tuhan. Berbuat adil-lah engkau dalam segala urusanmu.
الفكرة فكرتان فكرة تصديق وإيمان وفكرة شهود وعيان

فالأولى لأرباب الاعتبار والثانية لأرباب الشهود والاستبصار

"Fikiran dibagi menjadi dua, fikiran yang timbul dari tashdiq dan iman, dan fikiran yang tumbuh dari menyaksikan Allah dan membuktikan wujudNya, yang pertama buat orang-orang yang mempunyai pertimbangan sedangkan yang kedua bagi orang-orang yang mempunyai persaksian kepada Allah dan penglihatan dengan menggunakan hati".


A. Penjelasan.

Dalam hikmah ini, Ibnu Athoillah menerangkan tentang perjalanan orang-orang yang ingin taqorub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wata'ala. Perjalanan tersebut dibagi menjadi dua, salikun dan madzdub.

Salikun ialah orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala dengan cara berangan-angan tentang ciptaanNya dan berusaha untuk bias mendekatkan diri kepadaNya. Jika keadaan ini diteruskan, maka akan menemukan atsar pada dirinya tentang tafakur tersebut, dan mereka bias sampai pada derajat ma'rifat kepada Allah.

Madzdub ialah orang-orang yang telah diberi keanugerahan oleh Allah yang tidak bias dimiliki orang banyak. Mereka bias melihat langsung kepadaNya melalui mata hati yang dimilikinya, dan bias menyaksikan kepadaNya tanpa memikirkan ciptaanNya secara mendalam, terkadang keadaan mereka bisa melupakan pekerjaan yang berhubungan dengan duniawi.

Allah memberikan keterbukaan dalam hati orang yang madzdub tanpa berfikir atau berangan-angan dahulu. Keadaan ini bias memberikan kepada hati mereka kesenangan tentang sang pencipta dan tahu tentangNya. Tetapi madzdub dan salikun sama-sama diturunkan ke Alam dunia ini, yang akhirnya mereka akan mendapatkan derajat yang sama dihadapan Allah dengan perjalanan yang berbeda.

B. Perjalanan salikun dan madzdub.

Alam semesta merupakan tempat berteduh bagi makhluq Allah, baik yang berada di lur angkasa maupun di dunia ini, dan disana pulalah makhluq tersebut bisa mencari rezeqi untuk kehidupannya. Disamping itu dialam tersebut antara makhluq yang satu dengan lainnya ada saling membutuhkan. Ini semua bertujuan untuk saling membantu dalam segi apapun terutama bagi manuisa.

Hal ini menjadikan sebuah pekerjaan bagi seorang hamba Allah untuk bisa tambah imannya jika dia mau berangan-angan atas ciptaan Allah subhanahu wata'ala seperti diatas, karena dalam ciptaan tersebut mengandung kekuasaan Nya. Dan akan terbuka juga sifat-sifat yang wajib diketahui oleh makhluqNYa.

Jika seorang hamba sudah melaksanakan seperti ini, maka akan bertambah keimanannya dan mempunyai kemantapan pada hatinya tentang wajud Allah san sifat-sifatNya. Ini merupakan perjalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Dengan metode seperti ini, Ibnu Atho'illah memberikan nama terhadap hamba tersebut dengan sebutan salikun.

Sedangkan madzdub, tanpa berangan-angan terhadap ciptaan Allah subhanahu wata'ala, langsung bisa menyaksikan Nya dalam hati dan senang tentang Nya. Ini semua merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hambaNya, karena dalam diri hamba tersebut tidak mempunyai rasa takabur (sombong) kepadaNya. Dalam hal ini, dia mendapatkan derajat disisi Allah dengan sebutan Wahdatussyuhud.

Dia melakukan ma'siat atau sesuatu yang bias dibenci Allah, bukan karena menantang perintahNya. Tetapi kelemahan dan ketidak kuasaan untuk meninggalkan ma'siat yang dilakukannya, dan akhirnya dia akan mengembalikan semuanya kepada sang kholiq. Ini adalah perjalanan seorang madzdub yang telah dipilih oleh Allah untuk bisa dekat dengan Nya.

Keadaan seperti ini, akan menimbulkan kedengkian pada seorang hamba yang tidak diberi oleh sang kholiq tentang perjalanan yang kedua. Tetapi jika hamba tersebut banyak bertafakur tentang keadaan tersebut, maka dia akan mengetahui tentang tujuan Allah yang sebenarnya. Hal itu akan tumbuh pada dirinya dengan mengetahui bahwasanya semua budi pekerti yang dimiliki manusia adalah haq progresif Nya, Sedangkan manusia tidak akan bias menetang Nya, walaupun dengan kekutaan yang sangat penuh.

Seorang hamba yang masih manjalankan pada tingkatan pertama tidak boleh meniru seorang hamba yang sudah masuk pada tingkatan kedua, karena dia tidak akan mampu untuk mengikuti jejak hamba tersebut, dan juga merupakan anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya.

Kalau dipandang secara kebiasaan yang sering dilakukan oleh makhluq Allah tersebut, maka kebanyakan dari mereka tidak akan menerima tentang keadaan seorang hamba yang diberi keanugerahan oleh Allah seperti diatas. Karena hal tersebut diluar jangkauannya.

Mu'jizat adalah salah satu contoh dalam pembahsan ini. Disamping itu karomah dan ma'unah yang diberikan kepada kekasih Allah untuk meneguhkan hati seseorang yang tidak tahu tentang kekuasaan Nya.

C. Dalil

a. Firman Allah

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26) (البقرة2/26)

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Baqoroh : 26).

Lalat, semut, tinggi (red. jawa) dan binatang yang paling kecil merupakan tanda kekuasaan Allah. Dan tidak akan ada seorangpun yang bias membuat hewan yang diciptakan-Nya. Ayat ini menunjukan kekuasaanNya.

شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (13) ( الشورى42/13)

Artinya : "Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Q.S. As-Syura' : 13).

Kebiasaan yang dilakukan seorang hamba merupakan suatu yang lazim dan tidak asing dikalangan orang lain, tetapi terkadang Allah menjadikan seseorang berbeda dari kebiasaannya. Hal ini menunjukan segala sesuatu adalah milik Allah, dan Allahlah yang berhak memilih dan berkehendak, seperti ayat disini.

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (4) (الجمعة 62/4)

Artinya : "Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Q.S.Al-Jum'ah : 4).

Ayat ini menunjukan, segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba baik dari segi kemuliaan, ilmu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

D. Aplikasi

Allah menjadikan makhluq didunia ini bermacam-macam dari segi bentuk, sifat, ataupun bahasa. Hal ini yang menjadikan Dia menyuruh kepada hambaNya untuk banyak bertafakur atas ciptaanNya, supaya bias meningkatkan iman kepadaNya.

Seperti semut kecil atau tinggi (red. Jawa) Allah menjadikan binatang tersebut bisa menggigit manusia, dan hal tersebut merupakan rezeqi yang dimilikinya. Tetapi Allah menjadikan hikmah dibalik semua itu, gigitan binatang tersebut bisa menegluarkan darah kotor dari jasad manusia.

Nyamuk juga merupakan makhluq yang mempunyai hikmah dibalik ciptaanNya, padahal binatang tersebut dipandang secara dlohir, gigitannya sangat membahayakan manusia karena dengan gigitan tersebut telah membawa penyakit yang dinamakan dengan demam berdarah.

Tetapi Allah menjadikannya hikmah pada binatang tersebut. Jika tidak ada nyamuk yang berkeliaran disekililing menusia, maka sebagian makhluq Allah yang mempunyai aqal tersebut akan kesulitan dalam mencari ekonomi untuk kehidupannya.

Di karenakan nyamuk yang selalu menggit manusia, perlu ada pembasmi yang bias menghancurkannya. Sedangkan pembasmi tersebut perlu pengolahan yang memerlukan biaya yang akan dijual belikan dipasaran untuk kemaslahatan manusia. Ini merupakan berkah dari nyamuk yang diciptakanNya.

Disamping itu juga, Allah menjadikan pada bintang yang bertaring tersebut, sebuah senjata yang bisa menghirup bau manusia untuk digigitnya walaupun jarak yang ditempuh sangat jauh, dan dia tahu tentang mana yang perlu disuntik atau digigit dan tidak.

Tetapi hal ini, akan berbeda dengan orang yang sedang memperbaiki jam, dia akan kesulitan dalam memperbaiki jam yang kecil dibandingkan dengan jam yang besar, karena unsur-unsur yang ada dijam kecil tersebut sangan sulit sekali untuk dilihat dan diterpkan, berbeda dengan jam yang besar.

Semua ini merupakan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala yang tidak akan bisa di tiru oleh manusia ataupun makhluq lain, karena semua itu merupakan makhluq yang diciptakanNya. Sedangkan segala sesuatu yang diciptakan Nya akan kesuliatan untuk bisa menirukannya.

Dalam pembahsan diatas, Ibnu Atho'illah menerangkan tentang orang yang langsung bisa syuhud (menyaksikan Allah dalam hati) atau bisa disebut dengan madzdub. Banyak sekali kejadian yang bisa menimbulkan heran pada diri manusia. Dan hal itu merupakan kejadian yang berada diluar kebiasaan mereka.

Seperti keadaan di pondok pesantern yang diprioritaskan untuk mencari ilmu syari'at. Kebanyakan dari mereka setelah menyelesaikan belajarnya dari tempat ini akan mendapatkan gelara seorang tokoh agama atau bisa dikatakan dengan nama kiyai (red. jawa). Jika orang tersebut bersungguh-sungguh dalam belajar ditempat tersebut.

Tetapi kejadian tersebut akan menjadi heran. Jika salah satu dari mereka mendapatkan gelar seperti diatas kelak dirumah, keheranan tersebut terjadi atas orang yang belajar tetapi tidak dengan sungguh-sungguh atau sama sekali tidak pernah belajar.

Semua ini tidak bias diprediksi oleh siapapun dan tidak boleh membuat hukum sendiri yang bisa mengakibatkan su'u dzon (berburuk sangka) kepada Allah. Dan ini merupakan kehendak Allah yang tidak bisa dibantah oleh siapappun. Dibalik semua itu ada tujuan yang bisa membangkitkan seorang hamba untuk bias mendekatkan diri kepada Allah, dengan selalu menetap di pondok tidak cepat mukim yang nantinya akan selalu berhubungan dengan masyarakat dan hal ini pasti akan membutuhkan obat yang bias diaplikasikan kedalam hati.

E. Bukti sejarah.

Waliyullah (kekasih Allah) mempunyai perjalanan yang sangat panjang dalam mencari jati dirinya untuk bias dekat dan menyaksikan-Nya dalam hati. Sebagian dari mereka, ada yang diberi langsung oleh Allah bisa syuhud (menyaksikan dalam hati) kepada-Nya. Dan juga ada yang melalui tafakur kepada-Nya, kemudian Allah memberikan keterbukaan dalam hati- Nya untuk bisa syuhud kepada -Nya.

Fudail bin iyad adalah salah satu dari kekasih Allah dengan melalui perantara kedua. Beliau bisa menjadi kekasih-Nya karena telah mendengar ayat yang menerangkan tentang perintah untuk berhenti menjalankan maksiat kepada Allah. Hal ini juga terjadi kepada Abdullah bin Mubarok.

Maksiat yang telah dilakukan oleh para kekasih Allah seperti diatas merupakan maksiat yang bukan karena sombong terhadap Allah. Akan tetapi maksiat tersebut yang bisa menyebabkan dekat dengan Allah. Disamping itu Allah juga memberikan kekayaan yang melimpah kepada orang yang durhaka dan sombong, yang akhirnya Allah memilih orang tersebut menjadikan kekasih-Nya.

Misalnya Bisyr bin Harist, Hal ini terjadi ketika ada orang yang sedang berbincang-bincang membicarakan tentang masalahnya didepan rumahnya, salah satu dari mereka berkata: siapakah orang yang mempunyai rumah ini, apakah seorang budak atau orang yang benar-benar kaya. Kemudian salah satunya lagi menjawab: kamu tidak tahu, dia adalah orang yang paling kaya tidak ada yang menyaingi, lihatlah rumahnya, kendaraannnya, dan lain-lain merupakan bukti kekayaannya.

Akhirnya pertanyaannya seorang hamba sampai pada Bisyr bin Harist orang yang paling kaya, setelah mendengarkan pertanyaan tersebut beliau langsung sadar atas kekayaan yang dimilikinya dan keangkuhan terhadap orang lain. Karena perkataan seorang hamba yang diuraikan dengan pertanyaan tersebut membuat dia bisa berfikir.

Manusia diciptakan oleh Allah tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya, dan menjadi hamba-Nya. Kekayaan, kehormatan dan kemuliaan merupakan pemberian dari Allah SWT. Oleh karena itu tidak layak , jika seorang hamba memiliki berbudi pekerti sombong, angkuh, dan kikir terhadap orang lain. Karena berbudi pekerti sombong, angkuh dan kikir itu tidak disenangi Allah Swt, Setelah beliau berangan-angan tentang hal tersebut, semua harta yang dimilikinya ditinggalkan dan akhirnya beliau menjadi orang yang zuhud, tidak lama kemudian beliau menjadi kekasih Allah SWT.
الفكرة سراج القلب فإذا ذهبت فلا إضاءة له


"Pikiran merupakan lampu hati, ketika hilang pikiran tersebut, maka tidak ada penerangan baginya".


A. Penjelasan


Memikirkan sesuatu yang bisa menerangi hati dan aqal merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Dan ketika hilang memikirkan hal tersebut, maka aqalnya tidak ada penerangan sama sekali. Dalam hikmah ini yang dimaksud dengan kata Al-Qolbu ialah Al-‘Aqlu.

Yang menjadi kesemangatan pada diri seorang hamba untuk berangan-angan dan bertafakur terhadap sesuatu apapun bukanlah aqal, tetapi kesungguhan nya. Dan yang membangkitkannya yaitu penemuan terhadap sesuatu yang dia lihat.

Begitu juga dengan penggunaan nikmat yang telah diberikan Allah subhanahu wata'ala berupa aqal, yang digunakan untuk memikirkan nikmat yang dirasakan seorang hamba. Disamping itu alam yang bermacam-macam juga merupakan bahan untuk menjadi tafakur seorang hamba, tujuan dari tafakur ini ialah untuk bisa whusul (sampai) kepada Allah subhanahu wata'ala. Sedangkan alat untuk berfikir ialah aqal, yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya tidak kepada makhluq selainnya.

B. Perumpamaan

Dalam hikmah ini, Ibnu Atho'illah memberikan perumpamaan dengan seseorang yang sedang berada di dalam kamar dengan keadaan gelap, dikarenakan tidak ada lampu yang menerangi kamar tersebut, sama halnya, otak seorang hamba tidak akan berfungsi kecuali diterangkan dengan bertafakur terhadap ciptaan Allah subhanahu wata'ala.

Ada dua cara untuk memahami hubungan antara fikiran dan aqal.

1. Jadikanlah aqal tersebut sebuah lampu untuk berfikir. Karena berfikir tentang alam semesta membutuhkan sebuah lampu untuk bias menerangkan hatinya yaitu aqal.

2. Jadikanlah fikiran tersebut sebuah lampu untuk aqal. Jika diibaratkan aqal sebuah pedang atau alat dan bayangan yang menunjukannnya terhadap gerakan ialah fikiran.

Sesungguhnya aqal merupakan alat yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk selalu tunduk kepada menusia. Dengan tujuan, supaya dia menggunakannya untuk bias mencapai pada tingkatan yang lebih tinggi yatiu ma'rifat. Tetapi cahaya yang keluar dari tingkatan itu tidak akan bias bersinar kecuali dengan bergerak dan amal. Hal itu bias dilakukan dengan adanya tafakur dan berangan-angan.

C. Akibat tidak bertafakur

Di dunia ini banyak sekali orang-orang yang pinter tetatipi tidak digunakan dalam hal untuk memikirkan ciptaan dan sang pencipta, terutama orang barat, yang selalu mengedepaankan realita dibandingkan dengan sesuatu yang tidak bias dilihat, sedangkan Allah subnahau wata'ala adalah Dzat yang go'ib, dan kita sebagai seorang yang beragama islam wajib untuk beriman kepada alam gho'ib.

Hal ini terjadi pada ilmuwan barat, yang tidak menggunakan aqalnya untuk bertafakur terhadap ciptaan Allah secara mendalam yang akhirnya akan mengetahui sang pencipta. Tetapi berhenti pada titik temu yang dicarinya. Adapun tentang wujudnya sang pencipta dia tidak menghiraukan. Hal ini dilandaskan rasa malas yang dialaminya. Sedangkan jalan tersebut merupakan pekerjaan yang tercela dan pemikiran yang menyesatkan.

D. Dalil

a. Firman Allah dalam surat Al-‘Arof ayat : 179

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (الأعراف : 7/179)

Artinya : "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai". (Q.S. Al-‘Arof : 179)

Ilmuwan barat merupakan orang yang suka meneliti tentang alam yang diciptakan Allah, tetapi penelitian tersebut tidak bisa menjadikannya iman kepada-Nya, karena dia hanya mengandalkan keilmiyahannya saja.
الفكرة سير القلب و ميادين الاغيار



"Berfikir merupakan perjalanan hati dan lapangan selain Allah (makhluq Allah)".

A. Penjelasan.


Yang dimaksud dengan Al-Aghyar disini ialah segala sesuatu selain Allah, dalam kata lain yaitu makhluq Allah. Kata tersebut terkadang diungkapkan dengan bentuk mufrod yaitu ghoir karena dipandang dari jenis berupa makhluq Allah, tidak memandang anwa'nya (macam-macam). Dalam hal ini, akan menimbulkan sebuah pertanyaan. Kenapa dalam hikmah ini, Ibnu Atho'illah memakai ‘ibarat Al-Aghyar yang berupa jama' bukan menggunakan mufrodnya?

Semua ini karena memandang dari nau'nya. Menurut aqal, memandang selain Allah itu akan terfokus hanya pada satu yaitu makhluqNya, akan tetapi kalau melihat isinya maka akan terlihat juga macam-macam dari makhluk tersebut seperti nikmat, laut, langit, bumi dan sebagainya. Maka dari itu Ibnu Atho'illah meng'ibaratkan pada hikmah ini dengan lafadz jama'. Berfikir tentang makhluq Allah membuthkan pemikiran yang positif ialah menjalankan hati melalui pemikiran tentang ciptaan Allah, dan berfikir tentang keadaan sekitarnya.

B. Macam-macam tafakur dan perbedaannya.

Tafakur merupakan perantara untuk bisa wushul (sampai) kepada Allah subhanahu wata'ala, dengan berfikir tentang ciptaan atau makhluq Nya. Akan tetapi dalam bertafakur, Allah memberikan dua macam cara untuk melakukannya yaitu dengan bertafakur secara mutlaq atau secara muqoyyad sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an tentang masalah tersebut.

Dalam hal ini, tafakur dibagi menjadi dua, tafakur mutlaq dan tafakur muqoyyad. Ibnu Atho'illah membedakan antara kedua tafakur tersebut, karena disesuaikan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an. Tafakur mutlaq ialah memikirkan tentang ciptaan Allah tanpa ada pembatas. Hal ini dikarenakan perintah Allah dalam Al-Qur'an dengan menggunakan fi'il (kata kerja) yang lazim, sehingga dalam permasalahan disini bisa dikatakan tafakur yang tidak membutuhkan maf'ul (obyek).

Tafakur muqoyyad ialah memikirkan sesuatu yang ada di alam semesta ini, tetapi pemikiran tersebut diberi batas-batas oleh Allah sesuai dengan firmanNya, dan Al-qur'an menyebutkannya dengan menggunakan fi'il (kata kerja) yang muta'adi. Hal ini obyek sangat berperan sekali dalam menentukan sesuatu yang akan dijadikan sebuah tafakur oleh seorang hamba.

C. Kenapa bertafakur harus terhadap makhluq Allah tidak terhadapNya. ?

Alam semesta dan isinya bahkan alam ghoib (tidak kelihatan) merupakan ciptaan Allah. Seluruh makhluq hidup yang ada di alam semesta ini menyukai ciptaanNya.Dan ini merupakan dari kekuasaan, keesaan dan keagunganNya. Dengan adanya seperti ini, maka mereka akan senang jika bisa mengetahui sang penciptaNya.

Dalam permasalahan ini akan timbul pertanyaan seperti diatas. Kenapa bertafakur harus terhadap makhluq Allah tidak terhadapNya, sedangkan bertafakur kepada selain Allah akan menyebabkan sibuk kepada selainNya?

Bertafakur tentang Dzat Allah merupakan hal yang mustahil, Karena aqal manusia tidak akan mampu untuk memikirkanNya, sebab aqal tersebut diciptakan olehNya dan ada batasnya, bahkan bisa terjerumus pada kekafiran. Hal ini akan menjadikan kebingungan bagi orang yang memikirkanNya.

Maka dari itu, ketika ada orang yang bertanya tentang Allah. Apakah Allah itu pendek, tinggi, laki-laki, perempuan, atau banci ? sedangkan Allah bukan merupakan Dzat yang sebagaimana ditanyakan dan dalil yang menunjukan hal ini tidak ada.

Ketidakmampuan mereka terhadap memikirkan Allah subhanahu wata'ala, kerena kemampun manusia untuk berfikir sesuatu yang bisa dilihat dan diindra terbatas. Disamping itu, Dia berbeda dengan makhluq yang diciptakanNya, sama halnya dengan orang yang pekerjaannya membuat kursi, meja, lemari dan lainnya, maka hal tersebut yang dia kerjakan tidak akan sama dengan dirinya dari segi bentuk atau sifat-sifatnya.

Begitu juga dengan rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam. Ketika orang quraisyi ‘arab bertanya kepadanya tentang Allah, karena mereka penasaran terhadap tuhan yang disembah rasulallha shalallahu ‘alaihi wasalam, maka beliau menjawabnya dengan sifat-sifat Allah yang sudah tertera didalam Al-Qur'an.

Padahal mereka menanyakan tentang Dzat Allah yang sudah lama menjadikan penasaran begi nya, karena mereka menyembah tuhan yang sudah diketahui bentuk dan sifat nya. Tetapi rasulalah shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab dangan sifat-siafatNya, supaya manusia bertafakur terhadap sifat-sifat Allah atau ciptaan Nya.

D. Aplikasi

Allah Dalam menciptakan alam semesta dan isinya, banyak sekali yang bisa dijadikan bahan pemikiran bagi seorang hamba yang sedang mempertebal imannya, seperti halnya amal yang sering kita kerjakan yaitu tho'at. Tho'at merupakan ibadah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala. Dengan melalui hal tersebut, kita bisa bermunajat kepadaNya. Shalat, puasa, zakat dan perintah-perintah lainnya, merupakan bentuk ketaatan terhadapNya dengan dibarengi sifat roja', khouf, dan tawadlu'. Hal ini, ketika diangan-angan maka akan timbul rasa mengharapkan ridhonya.

Begitu juga, dengan maksiat yang telah dikerjakan oleh seorang hamba. Jika dia memikirkan apa yang di kerjakannya,bahwa hal itu akan menjerumuskannya kedalam murka Allah dan membuat hidupnya tidak nyaman. Maka akan timbul pada dirinya rasa atau sifat seperti yang sudah diterangkan diatas. Hal ini masuk pada perkataan Ibnu ‘Athoillah dengan ‘ibarot mayadiinul aghyar.

Disamping itu, siksa Allah kelak diakhirat juga merupakan pemikiran bagi hambaNya, karena dengan adanya siksa tersebut akan menimbulkan prasangka pada dirinya tentang masuk surga atau neraka. Ketika kamu banyak memikirkan hal seperti ini, maka kamu akan mendapatkan rasa khouf terhadap Allah subhanahu wata'ala yang bisa mengakibatkan dekat dengan Nya. Langit dan bumi, juga menjadi sebuah tafakur bagi hamba Nya, karena hal itu bisa menjadikan nya ingat atas sang pencipta.

Semua ini sebagai pelantara untuk mengetahui wujud (ada) Allah secara hakikat, seperti yang sudah diterangkan pada hikmah sebelumnya, karena rasa ingin mengetahui Allah dengan melalui DzatNya, akan mengalami kebingungan bahkan stress. Sebab dalam permasalahan ini ada unsur daur (mengelilingi tidak ada ujungnya).

E. Dalil

a. Allah subhanahu wata'ala, menyuruh kepada hambaNya untuk berfikir atau tafakur terhadap ciptaanNya yang tidak dibatasi, hal ini bias dinamakan dengan tafakur mutlaq, sebagaimana firman Allah dalam surat yunus ayat 24.

كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (يونس : 10/ 24)

Artinya : "Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir". (Q.S. Yunus : 24).

b. Firman Allah dalam surat Al-Imron : 191

وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (ال عمران :3/ 191)

Artinya : "Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi". (Q.S. Al-Imron : 191).

Ayat ini menunjukan bahwasanya tafakur, selain mutlaq juga ada yang muqoyyid yaitu bertafakur terhadap ciptaan Allah dengan adanya pembatas seperti ayat di atas. Dan fi'il yang digunakan berupa muta'adi.

c. Pahala bertafakur lebih baik dari pada melaksanakan ibadah malam hari seperti perkataan syaikh Hasan bishri.

تفكر ساعة خير من قيام ليلة

Artinya : "Bertafakur satu jam lebih baik daripada mendirikan shalat pada waktu malam".

Hal ini, kebaikan tafakur dipandang dari segi pahala bukan hakikatnya.

d. Firman Allah dalam surat Al-Ikhlas.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4) (الاخلاص :112/ 1-4)

Artinya : "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Q.S. Al-Ikhlas : 1-4).

Ayat ini merupakan jawaban rasulallah pada waktu di beri pertanyaan oleh kafir Quraisyi tentang Dzat Allah subhanahu wata'ala. Dan juga sebuah himbauwan bagi umatnya supaya bertafakur terhadap sifat-sifat atau makhluqNya.

e. Banyak sekali dalam Al-qur'an, ayat yang menerangkan tentang ciptaan Allah, salah satunya yaitu tentang langit, bumi dan juga bergantinya malam dan siang seperti firman Allah dalam surat Al-Imron ayat 190.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (ال عمران : 3 /190)

Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal".(Q.S. Al-Imron : 190).

f. Firman Allah dalam surat At-Thoriq.

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ (5) خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ (6) يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ (7) (الطارق :86/ 5-7)

Artinya : "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan". (Q.S. At-Thoriq : 5-7).

Ayat ini menerangkan tentang Allah menciptakan manusia melalui proses yang tidak akan bias dilakukan oleh makhluq lain. Hal ini menunjukan adanya kekuasaan Allah dan wujudNya.

g. Firman Allah dalam surat An-Nahl.

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ (10) يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالْأَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (11) (النحل :16/ 10-11)

Artinya : "Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan". (Q.S. An-Nahl : 10-11).

Allah memberikan rizqi kepada hambaNya melalui air tawar yang turun dari langit ataupun langsung dari bumi dengan perantara tumbuh-tumbuhan, seperti firman Allah diatas.

h. Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا (البقرة : 2/ 219)

Artinya : "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Q.S. Al-Baqoroh : 219).

Dalam firman ini Allah juga menyuruh kepada hambaNya, untuk bertafakur tentang masalah khomr (minuman keras) yang bias menyebabkan murka Allah terhadap hambaNya.

i. Begitu juga dengan shadaqoh yang telah diperintahkan oleh Nya seperti Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh : 219

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (البقرة : 2/219)

Artinya : "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir". (Q.S. Al-Baqoroh : 219).

j. Firman Allah dalam surat Thoha.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آَيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126). (طه :20/ 124-126).

Artinya : "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan". (Q.S. At-Thoha : 124-126).

Dalam ayat ini Allah menyuruh kepada hamabNya untuk bertafakur tentang siksa hari qiyamat, yang akan mengakibatkan rasa khouf dan roja' kepada Allah subhanahu wata'ala kelak di hari akhir tersebut. Disamping itu, dalam ayat ini Allah berfirman dengan menggunakan lapadz فَنَسِيتَهَا . Hal ini menunjukan bahwasanya, Allah telah memberikan pengetahan kepada hambaNya tentang wujudNya dialam dunia tetapi mereka berpura-pura lupa tentang hal itu.

F. Kesimpulan.

Segala sesuatu yang ada dialam semesta ini semuanya tercantum didalam Al-Qur'an tanpa terkecuali baik itu yang paling kecil, tidak kelihatan, atau yang paling tinggi dan besar. Karena yang menciptakan semua itu adalah Allah subhanahu wata'ala, sedangkan Al-Qur'an merupakan firman Allah secara langsung dengan melalui malaikat jibril.

Maka dari itu. Allah menyuruh kepda hambaNya untuk memperbanyak baca Al-Qur'an, supaya bisa menambah iman pada dirinya karena dalam Al-qur'an sendiri banyak sekali menerangkan tentang ayat-ayat yang mrnunjukan wujud Allah subhanahu wata'ala.
من بورك له في عمره أدرك في يسير من الزمن من منن الله تعالى

مالا يدخل تحت دوائر العبارة, ولا تلحقه الإشارة


"Barang siapa orang yang diberkahi umurnya, maka dia akan menemukan dari beberapa keanugerahan Allah dalam waktu yang sedikit, sesuatu yang tidak masuk dibawah kepahamannya, dan tidak ditemukan isyaroh".

A. Penjelasan


Hikmah ini merupakan hasil dari hikmah sebelumnya yang berbunyi :
رب عمر إتسعت اماده وقلت أمداده

ورب عمر قليلة اماده كثيرة أمداده

Dalam hikamh ini, Ibnu Atho'illah menerangkan bahwasanya, banyak sekali orang yang mempunyai umur panjang, tetapi isinya sedikit dan banyak sekali orang yang umurnya pendek tetapi dia mempunyai isi yang banyak. Hal ini menunjukan ada rahasia yang telah diberikan oleh Allah kepada hambaNya, yang disebut dengan barokah.

Keterangan ini menimbulkan pertanyaan kepada mukhotob. Kenapa Ibnu Atho'illah memberikan rahasia terhadap barokah tersebut ? yang di'ibarotkan dengan.

من بورك له في عمره أدرك في يسير من الزمن من منن الله تعالى

مالا يدخل تحت دوائر العبارة, ولا تلحقه الإشارة



Seorang hamba yang telah diberi kebaikan oleh Allah subhanahu wata'ala, bisa dilihat dari kehidupannya yang penuh dengan yang barokah. Dalam hal ini, yang menjadi rahasia bukan umur panjang atau pendeknya, tetapi amal (pekerjaan) dan kesunguhannya. Dan juga, itu semua merupakan keberkahan yang diberikan Allah subhanahu wata'ala.


Dalam pernikahan, barokah merupakan sesuatu yang diinginkan oleh semua orang. Hal ini bisa terlaksana dengan menjadi keluarga yang sakinah (tenang) wamaddah warohmah (saling menyayangi), dan sebagian bentuk dari tenang ialah mempunyai rumah sendiri, parabotan dan lain-lain yang berhubungan dengan kecukupannya. Mawaddah sakinah akan terbentuk ketika satu sama lain saling membutuhkan.

Disamping itu, barokah bisa diibaratkan dengan buah-buahan yang asli dan tidak asli (mainan). Karena hamba Allah yang sudah diberi kebaikan olehNya berupa berokah, akan berbeda dengan hamba yang tidak mendapatkan barokah dariNya.

B. Cara mendapatkan barokah.

Seorang hamba. Ketika ingin mendapatakan barokah maka dia harus menetapi dua syarat yaitu :
1. Waktu dan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala kepada hambaNya untuk beribadah Jangan sampai digunakan untuk hal duniawi, dan gunakanlah waktu tersebut, dengan semangat.

2. Syarat pertama, harus dibarengi dengan kegiatan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, hal itu bisa dilakukan dengan selalu meminta pertolongan dan membutuhkanNya untuk mendapatkan taufiqNya dalam hati seorang hamba.

Ketika hamba tersebut, melaksanakan ibadah dengan semangat, dan selalu meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wata'ala, maka Dia akan memberikan kemudahan dan keterbukaan terhadapnya. Umur yang panjang bukanlah sebuah ukuran dalam mendapatkan barokah, tetapi yang menjadi tolak ukur ialah pertolongan Allah, amal dan tugas yang bias mendekatkan diri kepada Nya.

Hal tersebut, ketika dipandang secara dlohir maka akal tidak akan menerima, karena dengan umur yang panjang seorang hamba akan mendapatkan banyak kesempatan untuk beramal baik dan melalukan ibadah kepada Allah. Ini merupakan tuntutan kepada hamba untuk selalu meminta kepada Allah.


C. Barokah yang terucap pada lisan.

Nama istilah yang sudah beredar di Negara kita, khususnya dalam permasalahan bahasa, sudah menjadi sebuah istilah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dan juga menjadi kebiasaan lisan yang sering diucapkan oleh bangsa kita.

Begitu juga dengan kata barokah yang menjadi pembahasan dalam hikmah ini. Kata tersebut merupakan ejaan yang diambil dari bahasa arab dan sudah menjadi kebiasaan sering diucapkan oleh lisan orang Indonesia. Seperti halnya orang Indonesia, ketika sudah melaksanakan 40 hari orang yang mati atau 7 hari orang melahirkan yang merupakan tradisi di Negara kita, dia akan mendapatkan sebuah bingkisan yang isinya makanan. Maka dia akan mengatakaan saya telah mendapatkan berkat.

Kata ini diambil dari bahasa arab yaitu barokah, kemudian dimasukan kedalaam bahasa Indonesia menjadi berkah, dan sudah menjadi kebiasaan pada lisan orang Indonesia dengan perkataan berkat. Hal ini, menunjukan adanya kata tersebut berbeda dengan kata barokah yang menempel pada para ulama atau wali-wali Allah yang telah diberikan keanugerahan oleh Nya.

Disamping itu kata tersebut hanya bias diucapkan oleh lisan, tidak bias dirasakan oleh perasaan yang bias mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala. Karena kata tersebut hanya bias dinisbatkan kepada sesuatu yang berhubungan dengan makanan seperti keterangan diatas.

E. Dalil

a. Firman Allah dalam surat Al-‘Ala' : 1-3

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى (1) الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى (2) وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (3) (الأعلى : 87 / 1-3)

Artinya : "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi.(1) Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya).(2) Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk".(3). (Q.S. Al-‘Ala' : 1-3).

Allah subhanahu wata'ala dalam memberikan kebaikan kepada makhluqNya berupa rahasia yang tidak bias dijangkau dengan panca indra. Dikarenakan itu semua merupakan kekuasaan Nya.

b. Hadist nabi

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :استعن بالله و لا تعجز

Artinya : "Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda : "Minta tolnglah kepada Allah dan jangan lemah".

Hadist ini menerangkan, bahwa rasulallah menyuruh kepada umatnya untuk selalu meminta pertolongan kepada Allah.

D. Bukti sejarah.

Allah memeberikan kekhususiyahan kepada hambaNya dengan berbagai penomena yang tidak mungkin terjadi menurut aqal manusia.Hal ini merupakan pemberian anugerah dari Nya, seperti yang terjadi pada sebagian wali Allah atau ulama yang notabennya sudah taqorrub kepada Allah.

Barokah menjadi peran utama dalam pembahasan disini, dan juga merupakan anugerah dari Allah subhanahuw ata'ala kepada hambaNya, atas melakasanakan perintahNya dan mejauhi laranganNya. Hal itu sudah terbukti pada zaman rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam, katika beliau menikahkan purtinya saidah Fathimah Az-Zahro' dengan putra pamannya saidina ‘Ali karomallahu wajhah, beliau berdo'a kepada Allah dengan kelimat.

بارك الله لكما وعليكما وجمع بينكما بخير

Kalimat ini menunjukan do'a yang dibacakan oleh rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam, Bentuk dari adanya barokah pada kalimat tersebut ialah lapadz وجمع بينكما بخير

Disamping itu, sebagian wali Allah dalam menghasilkan ilmu dan mengarangnya yang begitu banyak, ditempuh dalam jangka waktu yang relative singkat. Dan ilmu yang dipelajarinya merupakan ilmu syari'at yang bias mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala.

Seperti Imam Nawawi dari Damasqus. Beliau bisa mengrang kitab yang notabennya diatas rata-rata, disamping itu karang beliau sangat banyak dengan ditempuh dalam jangka waktu yang relative sangat singkat, karena umur beliau hanya empat puluh lima tahun. Pada waktu belajar beliau sorogan kepada gurunya sebanyak dua belas kitab, diantara fan yang beliau pelajari waktu sorogan yaitu fiqih, ushulfiqh dan lain-lain.

Waktu belajar dan mengarang yang digeluti olehnya, jika dibandingkan dengan umurnya, maka tidak akan mencukupi. Karena dua belas kitab dengan fersentase satu kitab satu jam, maka beliau akan membutuhkan dua belas jam, dan jika waktu persiapan untuk sorogan satu jam per kitab, maka beliau juga akan membutuhkan waktu dua puluh empat jam dalam mencari ilmu. Kapan beliau makan, ke kamar mandi dan tidur ?.

Ini semua merupakan rahasia Allah yang diberikan kepada beliau, anugerah yang diberikan Allah kepadanya begitu banyak sampai tidak ada orang yang menandingi ke ‘aliman beliau, karangan beliau yang peling kecil yaitu "Arba'in Nawawi dan yang paling besar yaitu Riyadus sholihin.

Kalau secara matematika angka empat puluh lima yang menjadi umur beliau. Maka beliau menghabiskan waktu dua puluh tahun untuk belajar dan dua puluh lima tahun untuk mengarang kitab yang begitu banyaknya. beliau mengarang kitab dalam jangka waktu sehari hanya sekuras, jika sehari semalam, maka beliau akan mendapatkan dua halaman. Dan hal ini, akan terbukti jika dihhitung antara umur dan karangannya. Disamping menulis beliau juga mengajar, berdzikir dan ibadah.

Syaikh As-Sakakir dari Damasqus Syiria'juga mengalami hal seperti ini, beliau mengarang kitab tarikh yang mencapai delapan puluh jilid. Hal ini terbukti dengan adanya percetakan yang memperbanyak kitab tersebut melewati beberapa tahap yang terus berlanjut sampai hitungan tahun. Setiap tahun kitab tersebut dicetak lima jilid, tetapi terkadang satu jilid tapi besar. Keadaan seperti ini, dilakukan secara terus menerus sampai mencapai delapan puluh jilid. Ini menjadikan sebuah pemikiran. Seperti apa belaiu menulis ini, sedangkan kemungkinan antara umur dan karang beliau tidak sesuai ? Kemudian kitab ini diringkas sama Imam Mundzir.
أكرمك بكرمات ثلاث, جعلك ذاكرا له, ولولا فضله لم

تكن أهلا لجريان ذكره عليك وجعلك مذكورا به, إذحقق

نسبته لديك, وجعلك مذكورا عنده, فتمم نعمته عليك

"Allah memuliakanmu dengan tiga kemuliaan. Dia menjadikanmu orang yang ingat kepadaNya, kalau tidak ada keanugeranNya, maka kamu bukan termasuk yang ahli untuk ingat kepadaNya. Dan Dia menjadikanmu orang yang diingatkan sebabNya, karena Dia menyatakan penisbatanNya kepadamu. Dan Dia menjadikanmu orang yang diingat disandingNya, maka Dia meneyempurnakan nikmatNya untukmu".

A. Penjelasan

Manusia diciptakan oleh Allah tidak lain hanya untuk menyembah kepadaNya, seperti yang sudah difirmankan dalam Al-Qur'an. Jika sudah melakukan hal ini, maka Allah telah memuliakannya. Begitu juga, dengan penjelasan dalam hikmah ini, bahwasanya Allah memuliakan hamba Nya dengan tiga kemuliaan:

a. Kemuliaan pertama.

Allah memberikan kekuasaan kepada seorang hamba untuk bisa berdialog denganNya melalui dzikir, karena dengan adanya dzikir, Allah akan mencintai hamba tersebut. Begitu juga dengan lisannya, ketika selalu menyebut asma Allah, semua anggota badan selalu bergerak karena tunduk kepadaNya. Maka Allah akan memuliakanmu. Tetapi Allah tidak membutuhkan hal tersebut. Dan ini sudah menjadi kekhususiyahan manusia dibandingkan dengan hewan lainnya. Kenapa bisa dinamakan khususiyyah ?


Karena segala sesuatu yang ada di dunia ini selain manusia , seperti tumbuh-tumbuhan, pensil yang sering kita gunakan untuk menulis, dan lain-lain, semuanya membaca tasbih kapada Allah subhanahu wata'ala Dan tunduk kepadaNya.Tetapi, mereka mengingatNya tidak dengan ikhtiyari. Karena Allah memberikan kepada makhluq selain menusia sebuah insting. Dalam permasalahan ini, seorang hamba terkadang cinta kepadaNya terkadang tidak. Karena cinta hamba tersebut dengan ikhtiyari. Hal ini, ketika sudah cinta kepadaNya dengan cara mendekatkan diri. Maka cinta hamba tersebut akan lebih sempurna dibandingkan dengan hewan lainnya.

Ruh dalam diri manusia berbeda dengan ruh hewan, sebab manusia pernah melakukan percakapan dengan Allah subhanahu wata'ala sebelum dia lahir ke dunia ini. Maka dari itu, manusia akan merasakan kerinduan terhadap alam sejatinya dikarenakan ada kenikmatan yaitu bertemu dengan Allah dan berkhitob (percakapan) denganNya. Hal ini. Ketika seorang hamba terlalu lama di dunia ini yang penuh dengan keruksakan, maka dia akan merasa kangeng dengan alam tersebut yaitu akhirat.

Dengan adanya seperti ini. Maka dzikir seorang hamba kepada Allah lebih baik dibandingkan dengan dzikir hewan yang tidak mempunyai aqal. Hal ini bukan saja dengan hewan tersebut, tetapi dengan malaikat yang notabennya lebih baik daripada manusia, karena dia diciptakan oleh Allah dari nur (cahaya) dan tidak mempunyai nafsu. Ini merupakan pemikiran Ahli sunnah waljama'ah.

b. Kemuliaan kedua.

Selalu ingat kepada Allah merupakan simbol cinta seorang hamba kepadaNya, karena Dia banyak menceritakan hamba tersebut dan penisbatanNya kepadanya. Ini merupakan, bahwasa Allah telah memuliakannya. Dengan menundukan semua makhluq Allah dan memberikan nikmat kepadanya.

Tetapi Allah juga menceritakan tentang seseorang yang banyak berbuat ma'siat kepadaNya. Dalam hal ini, Allah tidak memuliakan orang yang seperti ini dan juga bukan pembahasan dalam hikmah ini. Karena akhlaqnya (perbuatan) hampir sama dengan makhluq Allah selain manusia.


c. Kemuliaan ketiga.

Allah subhanahu wata'ala selalu ingat kepada hambaNya dengan firman-firman didalam Al-Qur'an dan hadist qudsiNya. Disamping itu Beliau mengungkapkan firman atau hadist tersebut dengan disandarkan DzatNya kepada hamba Nya. hal ini menunjukan bahwa Dia cinta kepadanya.

Dengan adanya hal ini, seorang hamba tidak boleh men ta'wili permasalahan ini, bahwasanya cinta Allah kepada seorang hamba akan memberi kelonggaran kepada hamba tersebut untuk masuk surga. Begitu juga dengan pen ta'wilan bahwa cinta Allah kepada hambaNya sama dengan cinta seorang hamba dengan temannya karena cinta tersebut ada unsur saling membutuhkan, hal ini, apakah Allah cinta kepada hambaNya ada unsur membuthkan ? jawabannya tidak.


B. Dalil.

a. Semua makhluq Allah yang ada di dunia ini membaca tasbih kepadaNYa, karena mereka tunduk atas perintah Nya. Seperti yang sudah difirmankan dalam Al-Qur'an :

وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ (أالإسراء : 44:17)

Artinya : "Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya". (Q.S. Al-Isra' : 44)


b. Firman Allah dalam Al-Qur'an :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا (ألإسراء 17: 70)

Artinya : "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".(Q.S. Al-Isra' : 70).

Dalam firman ini, Allah meneguhkan bahwasanya Dia telah memuliakan seorang hamba dibandingkan dengan hewan lain .

c. Firman Allah dalam surat Al-Mu'minun : 12-14

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (المؤمنون 12:23- 14)

Artinya : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik". (Q.S. Al-Mu'minun : 12-14).

Ayat ini, disamping Allah memuliakan manusia dibandingkan dengan hewan lain. Dia juga menjadikan manusia sebagai makhluq yang paling bagus bentuk atau jasadnya.

d. Firman Allah dalam surat Al-Hajr : 49

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (الحجر 15: 49)

Artinya : "Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Q.S. Al-Hajr : 49).

Betapa bahagia seseorang yang dipanggil oleh Allah subhanahu wata'ala dengan sebutan ‘ibadi (hambaKu), hal ini, menjadi bukti bahwa Dia sangat cinta kepada hamba tersebut.

e. Sya'ir yang disenandungkan oleh Ibnu Atho'illah As-Sakandari

ومما زادني شرافا وتيها # وكدت بأخمصي أطأ الثريّا
دخولي تحت قولك ياعبادي # وأن صيرت أحمد لي نبيّا

"Sebagian sesuatu yang bisa menambah kemuliaan dan keagungan kepadaku" # "Dan hampir saja saya bisa menginjakkan kaki saya ke bintang tsuroya".

"Yaitu saya termasuk dibawah firmanMu dengan ungkapan ya ‘ibadi" # "Dan aku memuji kepada ku sendiri seolah-olah aku menjadi sorang nabi".

Hal ini akan menjadi sebuah kebanggaan bagi seorang hamba yang notabennya merupakan makhluq yang paling lemah dibandingkan dengan makhluq lainnya.

f. Hadist Qudsi

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى إِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ

Artinya : "Dari Abi hurairoh beliau pernah berkata, rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam berkata : Allah ‘Azza wajala berfirman : "Saya berada disanding perasangka hambaKu dan saya bersamanya ketika dia mengingatKu, jika dia mengingatKu dalam dirinya maka saya akan mengingatnya dalam DzatKu, jika dia mengingatKu dalam satu golongan maka saya akan mengingatnya dalam satu golongan yang lebih bagus daripada golongan lain".

Dalam hadist ini, Allah mengingat hambaNYa ketika hamba tersebut ingat kepadaNya, hal ini menurut Ibnu Atho'illah mengandung beberapa makna, diantaranya : Seorang hamba ketika dirinya ingat kepada Allah dalam bentuk ibadah seperti apapun, maka Dia akan memberi ganjaran kepadanya tanpa memandang siapa orangnya.

Disamping itu, ketika hati dan lisan hamba tersebut selalu disibukan dengan memuji kepada Allah dan mensykuri atas nikmat yang diberikanNya dan berangan-angan atas sifat dan kekuasaanNya, maka Allah akan membalasnya dengan mencintai dan menjaganya.

C. Aplikasi

Kerinduan terhadap alam sejati yaitu akhirat seperti yang sudah diterangkan diatas, disamakan dengan anak pondok (santri) yang sebelumnya dia mengenyam pendidikan dirumahnya. Ketika dia dimasukan ke pondok pesantren, maka dia akan merasakan kerinduan terhadap kampung halamannya. Begitu juga, kerinduan tersebut akan terjadi. Ketika dia ketemu tetangganya baik satu desa ataupun daerah dan makanan khas daerahnya. Maka kesenangan yang dia miliki sangat tiada tara.

Akan halnya dengan kemuliaan kedua, bahwa Allah memuliakan seorang hamba yang diaplikasikan dengan Dia memanggil hambaNya ya ‘ibadi diadalam Al-Qur'an. Hal ini sama dengan seorang santri ketika dipanggil oleh kiyainya dengan sebutan cung, atau dengan sebutan khodamail ma'had, maka dia akan bangga sekali atas sebutan atau panggilan tersebut.

Tetapi nama Abdullah, ketika diterapkan pada zaman sekarang maka nama tersebut akan menjadi kuno dipandang orang banyak, dengan adanya seperti ini. Maka. Ketika ada orang meminta nama anaknya kepada seorang kiyai dengan nama zaman sekarang maka dia akan bangga atas pemberian nama tersebut, karena dipandang layak, berbeda dengan nama Abdullah yang kuno.

Hal ini merupakan kesalahan besar atas seorang hamba yang memberikan dan memandang sebelah mata nama tersebut, padahal nama Abdullah akan membwa kebahagiaan pada dirinya kelak diakhir qiyamat seperti yang sudah diterangkan dalam hadist nabi. Penisabtan seorang hamba kepada Allah subhanahu wata'ala sebuah kebanggana bagi makhluq Nya. Karena dengan penisbatan ini akan memberi perbedaan antara manusia dengan makhluq lainnya.

Tetapi, ketika manusia sudah diperbudak dengan hal-hal yang bersifat duniawi seperti jabatan, cinta harta dan lain-lain. Maka dia belum menjadi hamba Allah secara haqiqi, hal ini akan menjadi kebanggan, ketika hamba tersebut di puji orang lain tentang jabatannya dan harta yang dia miliki, padahala semua yang dia miliki adalah milik Allah subhanahu wata'ala.
كيف تطلب العواض على عمل هو متصدق به عليك ؟ أم
كيف تطلب الجزاء على صدق هو مهديه إليك ؟

"Bagaimana bisa kamu ingin meminta suatu gantian atas amal perbuatan yang telah dilakukan, sedangkan hal itu merupakan shodaqoh yang telah Allah berikan. Dan bagaimana bisa kamu meminta suatu balasan pahala atas kebenaran, sementara kita bisa melakukan segala amal ini sebab adanya pemberian hadiah dari Allah".


A. Pembagian amal

Amal merupakan pekerjaan yang bisa mendapatkan pahala , dalam hkmah ini amalan dibagi menjadi dua bagian :

a. Ummiyyah

Umniyyah adalah mengharapkan sesuatu tanpa ada usaha. Sedangkan tujuan yang diharapkan tidak akan berhasil tanpa adanya suatu usaha yang memerlukan tenaga baik itu secara bathin ataupun dlohir. Sedangkan yang dimaksud Shidqun disini ialah merupakan amal perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Ketika kedua arti ini disatukan maka akan ada unsur dalam diri seseorang rasa ingin mendapatkan pahala atau pemberian dari Allah subhanahu wata'ala atas amal yang telah dilakukannya, padahal amal tersebut adalah sebuah pemberian atau anugerah dari Allah, jadi untuk apa kita meminta pahala kepadaNya sedangkan pekerjaan tersebut juga termasuk dari anugerah Nya.

Hal ini juga sama dengan seseorang ketika ditanya tentang amal, apakah kamu ingin menjadi orang yang alim ? jawaban yang pasti adalah ingin. Tapi sewaktu ditanya apakah kamu mau menjadi orang yang benar- benar alim ?...dari pertanyaan kedua ada kalimat benar-benar yang menunjukan adanya tekanan kepada orang yang menjawab, maka dari itu hanya sebagian orang saja yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Alasan jawaban yang pertama adalah karena tidak adanya suatu beban dalam berusaha. Sedangkan alasan kedua disebabkan adanya usaha berat yang maksimal.

b. Raja'

Raja' ialah mengharapkan sesuatu yang dibarengi adanya usaha dan terdapat konsekuensi dalam melakukan suatu perbuatan tersebut tapi dalam melakukan perbuatannya dia tidak mengharapkan pahala dalam berbentuk apapu kecuali hanya ingin bias mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang dilakukan shahabat Nabi dalam mengerjakan amal yang diajanjikan Allah,mereka melakukan dengan sungguh- sungguh.

B. Aplikasi

kelak di akhirat, Rasulullah akan memberikan kabar gembira, beliau akan mengenal umatnya dengan suatu tanda. Ibarat kuda yang berwarna hitam langset, ketika dibandingkan dengan kuda hitam lainnya, maka tidak akan bias dibedakan kuda yang satu dengan yang lainnya tetapi salah satu dari kaki kuda tersebut memancarkan cahaya , sedangkan yang lainnya tidak. Ini merupakan gambaran manusia yang memiliki atsar atas wudhu yang dilebihkan terhadap rukun wudlu tersebut. Hal ini dilakukan oleh umat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam.

Rasulullah di akhirat nanti juga akan memanggil umatnya untuk berkumpul mendekati beliau. Ketika ada sebagian umatnya ingin mendekat, tiba- tiba malaikat Jibril datang menghalangi kemudia dia mengusir mereka, layaknya mengusir gerombolan unta yang tersesat. Rasulullah pun bertanya pada Jibril akan hal tersebut. "Bukankah mereka juga termasuk dari umatku wahai Jibril? ". Malaikat Jibril pun menjawab, "wahai Rasulullah, mereka termasuk umatmu yang telah merubah dan mengganti aturan syari'at islam". Seperti aturan untuk melakukan jama'ah, selalu berlaku tawadhu' dan lain sebagainya, yang bertujuan supaya umat islam berlaku baik dan umat islam selalu bersatu.

Sebagian orang yang telah merubah aturan tersebut mengatakan bahwasanya,dalam masa sekarang, untuk mempersatukan umat islam tidak harus dengan adanya shalat berjama'ah, karena yang mengurusi hal tersebut hanyalah kyai dan santri, tapi bisa juga dengan membuat suatu organisasi untuk mempersatukan mereka, seperti dibuatnya persatuan sepak bola, bidang musik dan sebagainya.

Kita harus meyakini bahwasanya syari'at Allah swt merupakan suatu perkara yang paling benar. Sekalipun kita belum bisa menerapkannya, yang terpenting adalah sudah berusaha melakukannya. Ini semua sama halnya dengan jihad fi sabilillah. Kalau kita bangga terhadap islam, termasuk pertanda dari tebalnya iman seseorang tersebut. Begitu juga sebaliknya, iman seseorang itu tipis ketika tidak bangga dengan keislamannya. Contohnya ketika syari'at islam ingin ditegakkan, kemudian dia bangga, maka ia termasuk orang yang beriman dan bertaqwa.

Dengan adanya seperti ini. Maka, segala perbuatan yang berbentuk ibadah tidaka akan bias membawa mereka kepada pintu surge kecuali dengan kasih sayangNya dan anugerah yang diberikan kepada mereka sedangkan hal ini tidak akan bias sampai kepada seorang hamba kecuali cinta atas perintahNya.

C. Dalil

a. Firman Allah dalam surat Al-fath ayat 23

سُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا (الفتح : 23)

Artinya : "Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu". (Q.S. Al-Fath : 23)

ayat ini menunjukan bahwasanya Allah menegur kepada orang-orang yang menggantikan sunatullah atau perintah Nya dengan hal yang baru, seperti yang dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang yang mempropokatori bahwasanya yang bias mempersatukan umat islam bukanlah dari segi shalat jama'ah tapi dengan adanya organisasi seperti persatuan sepak bola, bulu tangkis dan lain-lain.

b. Hadist nabi

اخبرني أبو عبيد مولى عبد الرحمن بن عوف ان ابا هريرة قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لن يدخل الجنة احدا عمله قالوا ولا انت يا رسول الله قال ولا انا الا ان يتغمدني الله منه بفضل ورحمة

Artinya : "Abu ‘ubaid seorang budak Abdurrohman Bin A'uf membawa berita kepadaku sesungguhnya Abu hurairoh berkata : "Saya pernah mendengar Rasulallah berkata : "Tidak akan masuk surga seseorang terhadap amalnya, para shahabat berkata : "Bukan engkau wahai Rasulallah. Rasulallah menjawab : "Bukan saya, kecuali Allah memberika atas perbuatannya keanugerahan dan kasih sayang.

Dalam hadist tersebut rasulallah mempertegas bahwasanya amal perbuatan seseorang tidak akan bisa membawanya masuk surge Allah kecuali dengan adanya kasih saying Allah dan anugerah Nya.
التواضع الحقيقي هو ما كان ناشئا )

عن شهود عظمته وتجلّى صفته )

(" Tawadlu' yang hakiki adalah tawadlu' yang tumbuh dengan melihat keagungan Allah, dan sifatNya ")

Hikmah ini sebagai jawaban pada pertanyaan yang datang dari dua hikmah sebelumnya.

A. Pertanyaan dan jawaban

Banyak sekali orang yang bertanya, sebagian mereka berkata : bagaimana caranya seorang muslim bisa tawadlu' secara haqiqi sedangkan dia tidak pernah melakukan ma'siat, menyakiti orang lain, padahal seseorang bisa melakukan perbuatan tawadlu' ketika dia ingat atas dosa-dosanya.

Ibnu ‘athoillah menjawab dengan hikmah ini yaitu sesungguhnya tawadlu' yang hakiki ialah tawadlu' yang bisa menimbulkan kepada hambaNya tentang kebesaran Allah dan keagungan sifat-sifatNya.

Ketika hati seorang mu'min terisi dengan keagungan Allah, dikarenakan sering berdzikir dan bermuroqobah kepada Allah maka dia merasa bahwa dirinya tidak ada harganya, Hal itu, oleh sebagian ‘ulama disebut dengan Wahdatus Syuhud.

B. Akibat dari tawadlu' haqiqi

Hati, ketika didalamnya mempunyai rasa mengagungkan Allah, melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang menunjukan adanya sang pencipta maka dunia beserta isinya akan sirna dihadapannya dan tidak ingat dengan dirinya, tetapi dihadapannya hanyalah Allah semata, ketika dia sudah sadar dari kefana'annya dan kembali kepada semula maka dia akan merasakan sifat kehambaannya kepada Allah, dan dia juga meyakini bahwa macam-macam anugerah yang dimilikinya itu semua karena Allah, begitu juga dengan amal-amal yang dilakukannya dia tidak melihat nya, hal ini akan mengakibatkan kepadanya mempunyai sifat rasa rendah diri dihadapan Allah, sedangkan mempunyai sifat tersebut tidak akan mungkin terjadi kecuali dengan mempunyai sifat kehambaan kepadaNya.

Seorang muslim yang sudah menemukan dan merasakan nikmatnya beribadah kepada Allah dengan istiqomah sampai pada derajat ma'rifat kepadaNya, sesungguhnya ketika dia melihat ibadah, perbuatan baik yang dilakukannya maka sesungguhnya dia sudah melakukan pekerjaan suluk kepada Allah dan sudah menanamkan rasa kebahagiaaan dihari nanti.

C. Tawadlu' dan fana'

Apabila Dia merasakan bahwa Ibadah dan pekerjaan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah merupakan suatu beban yang sangat berat, maka dia akan merasakan kelemahan dan kelalaian dalam beribadah, dan jika sifat kehambaannya kepada Allah terus bertambah maka akan tambah pula rasa mengagungkannya kepada Allah dan menyaksikan kebesaranNya. Hal seperti inilah yang bisa menyebabkan fana' (tidak ingat pada dirinya kecuali Allah).

Sebaik-baiknya derajat fana' ialah apabila dipandang dari segi sifat kehambaan dan rasa lemah pada dirinya ketika melaksanakan beberapa perintah Allah subhanahu wata'ala sedangkan dia bisa bangkit pada derajat tersebut dengan meminta pertolongan kapada Allah, karena dia merasa bahwa tidak ada kekuatan untuk meninggalkan maksiat dan melaksanakan beberapa perintah Allah kecuali pertolonganNya.

Hal ini, belum bisa mencapai pada derajat menyaksikan Allah dengan hati samapai tidak tahu tentang dirinya dan perbuatannya kecuali yang dia lihat hanyalah Allah, kecuali Allah memberikan rasa keyakinan pada dirinya tentang kesaksiaannya kepada Allah melalui hati, kalau sudah melewati fana' tersebut pada batas-batas ini maka dia akan masuk pada golongan yang disebut dengan Zadab atau khilaf menurut orang Madura, ketika putra seorang kiyai melakukan hal yang aneh.

Zadab ialah sifat yang bisa menghilangkan rasa ingat pada diri seseorang dari perbuatannya, kecuali yang dia ingat hanyalah Allah dengan meyakinkan bahwa tidak ada kekuatan untuk menjauhi maksiat dan melaksanakan perintah Allah, juga tidak ada tempat dan gerak kecuali dengan kehendak Allah subhanahu wata'ala.

Dia menegetahui bahwa semua yang dikerjakannya tentang ibadah, perbuatan baik, menjauhi larangan Allah, itu semua adalah anugerah dariNya, Dialah yang menggerakan semua, memberikan ilham kepadanya dan mencegahnya dari laranganNya.

Sehingga, kalau dia mengingat tentang ketha'atannya dan perbuatannya yang bisa mendekatkan diri pada Allah, maka dia tidak akan melihat pada dirinya tentang hal tersebut tetapi dia akan bermunajat kepada Allah : " Ya Allah engkau Dzat yang memberikan anugerah kepada saya, dengan sesuatu yang telah engkau berikan pada saya yaitu perbuatan yang bisa mendekatkan diri pada engkau, dan engkau juga adalah Dzat yang telah memberikan keanugerahan kepada saya dengan sesuatu yang telah engkau jauhkan saya dari dosa-dosa, maka bagaimana saya meminta pahala sedangkan semua yang saya lakukan karena kehendak Allah".

D. Kesimpulan

Setiap orang yang menyaksikan keagungan Allah subhanahu wata'ala, maka nafsunya (keinginannya) menjadi lemah dan tidak ada harga dalam dirinya menyaksikan Allah subhanahu wata'ala, kemudian tidak ada paksaan baginya untuk melakukan tawadlu'.
( ليس المتواضع الذي إذا تواضع رأى أنه فوق ما صنع )
( ولكن المتواضع الذي إذا تواضع رأى أنه دون ما صنع )

"Orang yang mempunyai sifat tawadlu' bukanlah orang yang, ketika dia melakukan tawadlu' maka dia merasa bahwa sifatnya mengungguli atas apa yang dilakukannya. Tetapi orang yang tawadlu' adalah, ketika dia tawadlu' maka dia merasa bahwa sifatnya lebih rendah dari perbuatan yang dilakukannya".

A. Penjelasan

tawadlu' dipandang dari sifatnnya dibagi menjadi dua :

a. Tawadlu' yang tidak haqiqi (tidak sebenarnya)

Tawadlu' adalah sifat yang berhubungan dengan hati manusia dan merupakan salah satu sifat terpuji dan dicintai oleh masyarakat, sifat ini tidak bisa dilihat oleh panca indera manusia dan tidak akan bisa ditipu dengan rekayasa tubuh manusia.
Manusia pada umumnya sangat senang sekali ketika dipuji oleh seseorang, hal seperti ini , akan terjadi pada ruang lingkup masyarakat, karena tidak akan mungkin terjadi pujian tersebut pada seseorang yang keadaan hidupnya sendirian.

Keadaan ini, ketika diterapkan pada seseorang yang mempunyai sifat terpuji dan luhur , dia merendahkan diri dikalangan masyarakat dengan tujuan mendapatkan pujian dari mereka, maka masyarakat akan menganggapnya orang yang mempunyai sifat tawadlu', karena mereka melihat kenyataan yang ada, tetapi disisi Allah orang seperti ini tidak mempunyai sifat tawadlu' karena Allah mengetahu tujuannya.

Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam menyifati Orang seperti ini dengan sebutan Mutasyabi'. yaitu orang yang menyifati dirinya sendiri tidak sesuai dengan kenyataan. ini adalah orang yang selalu menghiasi dirinya dengan sifat tawadlu' dikalangan masyarakat, seperti memakai pakaian yang tidak layak, selalu ingin duduk paling belakang, dengan tujuan supaya masyarakat menganggap bahwa dia tidak pantas melakukan hal seperti itu padahal orang tersebut termasuk orang kaya dan terpandang dikalangan mereka, kemudian mereka memandangnya termasuk golongan orang-orang yang shalih dan dekat dengan Allah.

Hal ini disebabkan karena ada dua kesalahan pada orang tersebut :

1. Dia terbujuk dengan keinginan untuk memperlihatkan ketawadlu'annya kepada orang lain.
2. Memperlihatkan sifat terpuji, tetapi sifat tersebut berlawanan dengan kenyataannya.



b. Tawadlu' yang haqiqi (sebenarnya)

Manusia, sebenarnya bisa memiliki sifat tawadlu', karena pada dasarnya, makhluq Allah tersebut mempunyai sifat ingin selalu dipuji, tetapi mereka akan sulit untuk mendapatkan tawadlu' yang haqiqi, karena sifat tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang hatinya tidak mempunyai rasa untuk dipuji, sedangkang mayoritas manusia sifat tersebut sangat sulit sekali untuk dihilangkan.

Tawadlu' yang haqiqi bisa diterapkan pada seseorang yang mempunyai keyakinan kepada mereka yang menyangka bahwa dirinya adalah orang baik, rendah diri, dan mempunyai sifat yang terpuji yang mana itu adalah merupakan kebohongan yang sangat besar. Hal seperti inilah salah satu faktor yang menjadikan orang untuk menuntut dirinya memperlihatkan perbuatan ma'siata atau salaha pada orang lain, tetapi hal tersebut dilarang oleh syara',di karenakan Allah itu mencintai orang yang mau menutupi atas suatu kesalahan atau kema'siatan.

Dengan hal seperti inilah, maka sifat tawadlu' yang haqiqi akan bisa nampak pada diri seorang tersebut. Maka rasa penghormatan orang lain kepada dirinya itu justru akan menjadikannya susah, ini adalah merupakan salah satu sifat yang dikehendaki Allah subhanahu wata'ala dan juga manusia.

B. Dalil

a. Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya : Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda : "orang yang keyang dengan sesuatu yang tidak berhak untuk diberi itu seperti orang memakai dua pakaian kebohongan".



Hadist ini menerangkan, bahwa orang yang menganggap bahwa dirinya tawadlu' dengan perbuatan terpuji dihadapan masyarakat, tapi dalam hatinya tidak mempunyai sifat tersebut, maka orang seperti ini disebut mutasyabi'

b. Diriwayatkan oleh Abu dawud

وأخرج أبو داود وبن أبي حاتم بسند قوي من حديث بن عباس أنه سئل عن الاستئذان في العورات الثلاث فقال ان الله ستير يحب الستر وكان الناس ليس لهم ستور على أبوابهم.
Dalam hadist ini Allah subhanahu wata'ala tidak menyukai hambanya, ketika dia menyebutkan ‘aib-‘aibnya.



C. Pendapat ‘ulama

Ada sebagian wali Allah, ketika dia dipuji oleh teman-temannya beliau berkata : "Wahai temanku", kalau seandainya Syara' mengizinkan saya untuk menyebutkan ‘aib-‘aibku, maka kamu akan mengetahui siapa sebenarnya diri saya".
Perkataan beliau menunjukan adanya sifat tawadlu' yang hakiki, karena dalam hati beliau sama sekali tidak mempunyai rasa ingin dipuji oleh orang lain.



Kemudian Imam Ghozali berkata dalam kitab Ihiya ‘Ulumuddin : " sebagian orang, ketika dia melakukan sesuatu dengan sifat tawadlu' secara dlohir, seperti duduk paling belakang, menolak untuk dihormati oleh orang lain, kemudian dia senang dengan sifat tawadlu'nya tersebut, maka, kalau dia meneruskan pekerjaan tersebut, dia termasuk golongan orang yang sombong ". Kemudian beliau menegaskan lagi : " perbuatan yang paling baik dalam permasalahan ini yaitu petengahan dalam menyikapinya ". Karena perbuatan tersebut bisa menegluarkan rasa sombong dalam hatinya ".

D. Kesimpulan

Tawadlu' adalah termasuk perbuatan yang dlohir, jika perbuatan tersebut sesuai dengan keinginan hati seperti takut dengan tipu daya manusia yang selalu memuji, tapi dia tetap melakukan perbuatan tersebut dengan istiqomah dan baik, maka hal tersebut merupakan tawadlu' yang hakiki. Sebaliknya, kalau perbuatan tersebut bertentangan dengan keinginan hati seperti senang dengan pujian manusia, maka hal itu termasuk macam-macam sifat sombong.
خير العلم ماكانت الخشية معه

"Sebaik-baiknya ilmu yaitu ilmu yang bisa memberikan rasa takut kepada Allah subhanahu wata'ala"



A. Penjelasan

Dalam kandungannya, hikmah ini memberi pengertian bahwasanya, ilmu, ada yang bisa menyebabkan takut kepada Allah dan juga ada yang tidak, dengan adanya hal seperti ini, maka Ibnu Atho'illah mengutamakan ilmu yang bisa menghasilkan takut kepada Allah atas orang yang mempunyai ilmu tersebut, dan memberikan keistimewaan kepadanya mengungguli orang lain.

Ibnu Atho'illah menghendaki bahwa ilmu yang tidak menyebabkan takut kepada Allah itu bukan ilmu. Maka dari itu, hikmah ini menjelaskan bahwasanya, ketika ada orang mempunyai wawasan luas tetapi dengan adanya hal tersebut dia tidak takut kepada Allah, maka ilmu yang dia miliki merupakan ilmu palsu dan tidak bisa dikatakan orang ‘alim, mungkin kalau dilihat secara dlohir orang ini ketika bicara cara menyampaikannya enak dipandang, tetapi orang seperti ini adalah orang yang mengaku ‘ulama (ilmuwan) mungguh (menurut) Allah, dan juga dinamakan penipu.

B. kebodohan Ilmuwan

kenapa orang tersebut bisa dikatakan ilmuwan dengan penemuan-penemuan yang sempurna, sedangkan dia orang yang bodoh dan penipu ?

karena isi alam semesta ini, kalau diangan-angan adalah sebuah ciptaan yang menunjukan adanya sang pencipta. sekarang, ada orang mengetahui adanya tanda, tapi tidak tahu yang di tandai, orang ini adalah bodoh, begitu juga dengan orang mengetahui pepohonan tapi tidak tahu buahnya, ini juga sama dikatakan orang bodoh.

ketika ada orang yang sudah selesai dari belajar dan penelitian ilmiahnya sampai dia bisa menemukan sesuatu yang ada dialam semesta ini dengan penelitian yang membutuhkan pemikiran fropesional, tanpa memandang adanya ayat-ayat Allah (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan tidak memperhitungkannya, maka tidak diragukan lagi dia pada hakikatnya termasuk orang bodoh pada sesuatu yang semesta alam berbicara dengan cakrawala dan keindahannya bahwasanya ini semua adanya sang pencipta.

Apakah kamu tidak melihat ! bagaimana mengetahui sesuatu yang menunjukan, ketika berpisah dari yang ditunjukannya, maka pengetahuan tersebut akan menjadi mati, tidak ada arti dan juga tidak ada harganya.

Alam semesta ini menunjukan adanya hikmatul hakim (hikmah dari dzat maha bijaksana), semua yang ada di dunia ini menunjuukan adanya Allah dan ciptaan NYa. Maka dari itu. Ada seorang ilmuwan sedang meneliti salah satu bagian dari dunia ini seperti pegunungan, lautan, dan lain-lain, dia mempelajarinya dengan detail, sampai menguasainya, tapi orang seperti ini tidak mengetahui Allah. apakah orang yang seperti ini disebut ‘ulama?. Kamu tidak tahu tentang gunung (asal mula pegunungan), tapi, kalau ditanya kepada ahlinya pasti akan menjawab dengan detail, sedangkan diri kita tidak bisa menjawabnya karena tidak tahu, apakah mungkin orang seperti ini tidak tahu tentang Allah ? mereka tahu tentang adanya Allah, tetapi mereka tidak takut denganNYa. kalau kamu menyakini bahwa dia seorang ‘ulama, maka kamu mengetahui fil tapi tidak tahu kegunaannya. Ketika kamu menyakininya sebagai ilmuwan maka kamu juga termasuk orang bodoh.

terkadang orang yang seperti itu tahu tentang adanya Allah tapi tidak takut denganNYa. Dia merasa cukup, dengan menyakini bahwa Allah itu ada.

C. Beriman, tapi tidak takut kepada Allah subhanahu wata'ala

Ada dua keyakinan pada ilmuwan barat :

1. hanya dengan beriman orang tersebut bisa tentram hatinya.
2. Tidak usah beriman, karena akan membuat pusing, tapi keadaan mereka kelihatan beriman. Kedua-duanya tidak ada yang dibenarkan, sebab tidak ada rasa takut kepada Allah, hal seperti ini hakikatnya tidak ada keimanan pada hati mereka. Jadi ilmuwan-ilmuwan yang ada di barat secara dlohir mereka tidak beriman. Keindahan alam semesta ini pasti ada yang mengatur dan membuat yang tidak bisa diatur atau dibuat oleh siapapun kecuali Allah subhanahu wata'ala.

Maka maknanya , para ilmuwan yang menemukan hasil dari penelitian-penelitian yang mereka lakukan ketika tidak ada rasa takut kepada Allah maka, mereka, akan mendapatkan kebingungan ketika tidak ada dasarnya yaitu dunia ini semuanya di atur oleh Allah. mereka tidak tahu atau tidak ingin tahu bahwa mempelajari ilmu alam semesta atau juz dari alam semesta ini bisa menyusahkan mereka karena banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus mereka teliti secara detail. Ada orang mempelajari pepohonan tapi tidak tahu asal mulanya, dia hanya mempelajari dahan dan akarnya saja, ilmu yang seperti ini bisa menyusahkannya.

D. pendapat ilmuwan

Ilmuwan Fisika, Kimia, ketika tidak tahu tentang Allah maka dia merasa bahwa keilmuwannya masih kurang, seperti :

Albert einstain : ketika ditanya mengenai kematian, dia menjawab : "secerdas apapun aqal yang dimiliki manusia tidak akan mungkin mengetahui segalanya". Dia mengakui sendiri bahwa dirinya masih banyak kekurangan. hal seperti ini, diibaratkan seperti anak kecil masuk ke perpustakaan didalamnya banyak sekali segala macan buku, tetapi dia tidak tahu siapa yang menulis, bagaimana cara membaca atau bahkan kandungan buku tersebut.

Peter anderson, seorang ahli filsafat, mengatakan : "tujuan hidup itu sebenarnya ada tiga perkara : 1. Kasih sayang
2. Perdamaian
3. Keilmiahan
dia mengatakan : bahwasanya dia bisa merealisasikan kedua tujuan tersebut (no.1,dan 2) tetapi tujuan no. 3, dia telah gagal untuk merealisasikannya.

Angel, seorang ahli filsafat lainnya juga mengatakan :"banyak sekali kelemahan pengetahuan kita tentang sirkulasi darah dan banyak sirkel-sirkel yang tidak diketahui karena kekurangan pengetahuan kita pada waktu itu walaupun dengan berbagai cara penelitian antara bermacam-macam penyakit dan sebab-sebabnya. Banyak sekali kejadian sebagian penemuan-penemuan yang mana kita tidak bisa untuk meneliti kembali sampai pada titik terakhir.

Dan dia juga merasa resah dengan suatu perkataan yang pernah dia dengar yaitu : "sesungguhnya generasi penerus kita yang akan membenarkan kesalahan-kesalahan kita sangat mungkin mereka itu banyak pengetahuannya atau lebih dari pada ketika kita membenarkan sebelum kita".

E. Dalil-dalil

A. firman Allah dalam surat faathir : 28

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (فاطر : 28)

Artinya : "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". (faathir : 28)

Firman Allah disini, bisa dipahami sesungguhnya antara ilmu dan rasa takut kepada Allah saling berkaitan, ketika ditemukan ilmu maka akan ditemukan juga rasa takut kepada Allah, karena penjelasan firman Allah tersebut sebatas rasa takut kepada Allah hanya ada pada diri ulama. Maka dari itu ayat tersebut menunjukan adanya orang yang takut kepada Allah hanya ‘ulama dengan memakai kata-kata إنما.

B. Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam surat Al-Bainat :5 dan Ad-dzariyyat :56 :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء (البيّنة :5 )



Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595],(Q.S : Al-Bayyinah : 5)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات :56)

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S : Addzariyyah : 56)


Kedua ayat diatas menunjukan bahwasanya, Semua yang ada didunia ini pasti mempunyai tugas, dan tidak bisa lepas dari tugas tersebut, seperti macan, yang terkenal dengan hewan buas, padahal diri kita sendiri juga buas karena ada unsur penyimpanan ketika ada sisa dari makanan, seperti makan ikan, sedangkan macan ketika sudah makan dia tidak penyimpanannya lagi, untuk besok atau nanti. Allah memberi tugas kepda makhluqnya supaya semuanya bisa hidup. Seharusnya manusia bisa bertanya pada dirinya sendiri. "manusia diciptakan oleh Allah dengan bentuk yang sempurna seharusnya dia bisa mencari tugas yang ia lakukan". Ketika dia sudah mempunyai rasa kehambaan kepada Allah, maka rasa takut akan timbul pada dirinya.

C. firman Allah dalam surat Arrum : 7

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (الروم : 7)
Artinya : "Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai". (Arrum : 7)


Ayat ini menunjukan bahwasanya apabila ada orang yang lupa atas sang pencipta alam semesta ini dan lupa atas siksaannya yang akan menyebabkan rasa takut kapada Allah pada pertengahan pembelajaran dan penelitiannya, maka pemikiran dan penelitiannya akan menjadi hampa, dengan adanya seperti ini maka pengetahuan tentang alam semesta akan menjadi mati, karena pengetahuan tersebut diperinci dalam hatinya tentang hasil pengetahuannya.

F. Aplikasi

Ketika kamu melihat kepada orang yang sedang meneliti bagian atas dari pohon yang besar dengan mempunyai banyak dahan dan juga bercabang-cabang, kemudian dia hanya berkonsentrasi pada bagian atasnya saja dari beberapa dahan tersebut. Maka kamu akan mengetahui apa yang akan menjadi kesimpulan tentang penelitiannya terhadap bagian atas tersebut ?
tidak diragukan lagi sesungguhnya dia telah kebingungan di tengah-tengah penelitiannya, yang mana pada pohon tersebut banyak sekali dahan-dahan yang saling berhubungan, hal itu bisa menyebabkan dia tidak bisa menjelaskan secara keseluruhan hubungan tersebut, dikarenakan jalan penelitiannya telah tertutup, maka dari itu dia akan berputus asa ketika daun-daun yang ditelitinya telah berjatuhan.
Dan dia menerima dengan penemuan- penemuan yang dicapainya, walaupun tidak bisa sempurna untuk mengetahui pohon secara keseluruhan.

Ini adalah kisah orang yang aqalnya terbatas pada penegtahuan-pengetahuan alam dengan ilmu falak, fisika, kimia, atau kedoktoran. Dia tidak bisa mendalami ilmu yang bisa kembali kepada cabang tersebut, yang sudah dipelajarinya. hanya dahan seperti inilah yang bisa dijadikan contoh dalam pengaturan Allah yang maha pencipta dan maha bijaksana.

Menurut pandangan islam versi tasawuf, Ilmuwan adalah orang yang mempelajari sesuatu dengan tidak detail, tapi bisa memberikan rasa takut kepada Allah subhanahu wata'ala. Ketika seorang ilmuwan bisa membuat Mobil Balap, Pesawat Terbang, dan lain-lain yang berhubungan dengan teknologi, sedangkan diri kita sendiri tidak bisa, walaupun seperti itu, kita masih mempunyai rasa takut kepada Allah, contoh: ketika kamu melihat pepohonan yang sangat indah sekali, kamu mempunyai keyakinan bahwa semuanya itu ciptaan Allah dan Dia pula yang merusaknya, maka dalam diri kamu akan mempunyai rasa takut kepada Allah. Begitu pula dengan ilmuwan yang bisa menciptakan Hanpond yang bisa menghubungkan satu sama lain dengan tidak kelihatan sambungannya, hal seperti ini bisa disamakan dengan hubungan kita sama Allah. Yang mana, Allah menyuruh kita untuk mengerjakan kewajiban, walaupun kita sendiri tidak tahu cara membuat hanpond. Maka, kalau dibandingkan antara professor atau ilmuwan yang membuat Hanpond dengan kita sendiri dalam segi derajatnya maka kita sendiri yang mengungguli mereka menurut Allah.

Contoh : matahari, ketika diteliti, maka akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul darinya yang menjadikan dirinya dangkal dalam pemikirkannya, tapi kalau sudah tahu adanya Allah maka akan diketahui titik dasarnya, seperti ketika tidak ada sinar matahari, maka keadaan alam akan menjadi dingin dan gelap, dengan adanya seperti ini makhluq yang ada di alam semesta ini Akan mati karena tidak ada mata pencaharian, ketika hal seperti ini dijadikan sebuah pemikiran, maka akan tambah imannya. Hal ini juga disamakan dengan orang yang memegang gajah tapi yang dipegang ekornya, maka ketika ditanya, gajah itu apa? maka dia akan menjawab "gajah itu adalah pucuk". Maka dari itu mempelajari apapun jangan sebagian saja tapi keseluruhan.

G. kesimpulan

Ilmu dan pengetahuan-pengetahuan tentang alam masih ada hubungan yang sangat kental, hal itu, dikarenakan tidak akan ada ilmu pengetahuan-pengetahuan tersebut kecuali dengan adanya dahan-dahan yang berbeda-beda dari hakikat alam semesta ini. Maknanya, alam semuanya mencakup pada satu kakikat, dan ketika alam semesta ini direkayasa kepada ilmuwan-ilmuwan yang sedang meneliti, sesungguhnya alam semesta terdiri dari beberapa hakikat dan cabang-cabang yang bermacam-macam maka akan terbentuk pula satu kesempurnaan yang hakikat.
ربّما استحيا العارف أن يرفع حاجته إلى مولاه لاكتفائه بمشيئته, فكيف لا يستحي أن يرفعها إلى خليقته `


Artinya:
"Terkadang orang yang sudah ma'rifat merasa malu ketika meminta kepada Allah Subhanahu Wata'ala, karena dia sudah merasa cukup (pasrah) apa yang dikehendaki Allah. Maka bagaiman dia tidak merasa malu meminta kepada Allah untuk orang lain".



Penjelasan :

Al'arif billah (orang yang sudah ma'rifat kepada Allah) sudah mempunyai keyaqinan dengan rohmat Allah subhanahu Wata'ala dan atas kehendak Allah kepada semua makhluq karena dia merasa bahwa dirinya tidak bisa bebrbuat apa-apa kecuali kehendak Allah bahkan dia merasa bahwa dirinya sedang disetir oleh hawa nafsu.

Sebagian kekasih Allah ada yang mempunyai sifat di atas. seperti Nabi Ibrahim ‘Alaihi salam pada waktu dilempar ke tempat pelemparan yang didalamnya ada api yang membara beliau tidak meminta keselamtan pada Allah Subhanahu Wata'ala dari api yang membara tersebut. Karena beliaiu suidah mempunyai keyaqinan bahwa sesungguhnya Allah lebih sayang dari pada dirinya dan lebih tahu kemaslahatannya.

Begitu juga dengan im,ron bin khusain ketika menghadapi sakit yang kronis, dengan keadaan seperti itu, menjadikan beliau tidak boleh tidur disembarangan tempat kecuali pada tikar yang terbuat dari daun qorma, kejadian ini berlanjut selama 30 tahun tetapi beliau tidak pernah meminta kepada Alah atas apa yang dideritanya, sehingga ketika saudaranya yang bernama 'Ala melihatnya, keluarlah air matanya kemudian beliau bertanya kepada saudaranya : kenapa kamu menangis. Kemudian dia menjawabnya : melihat keadaanmu. kemudian beliau berkata lagi : jangan menangis, sesungguhnya lebih cinta-cintanya seseorang kepada Allah yaitu orang yang lebih cinta-cintanya kepadaku.

Dalil-dalil :

Segala sesuatu yang terjadi dialam ini adalah kehendak Allah. Dengan keadaan seperti ini maka manusia tidak akan bisa mendikte seseorang tanpa memandang kedepaannya. Seperti yang diriwayatkan oleh Robi' bin Sulaiman :

حدثنا الربيع بن سليمان قال، حدثنا أسد بن موسى قال، حدثنا عبد الحميد بن بهرام قال، حدثنا شهر بن حوشب قال: سمعت أم سلمة تحدث: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يكثر في دعائه أن يقول: اللهم ثبت قلبي على دينك. قالت: قلت: يا رسول الله، وإن القلوب لتقلَّب؟ قال: نعم، ما من خلق الله من بني آدم بشرٌ إلا إنّ قلبه بين إصبعين من أصابع الله، إن شاءَ أقامه، وإن شاء أزاغه، فنسأل الله ربنا أن لا يزيغ قلوبنا بعد إذ هدانا، ونسأله أن يهب لنا من لدُنه رحمةً إنه هو الوهاب.

Aplikasi :

Ketika kamu melihat seorang 'Alim, waro' tapi miskin kemudian melihat orang kaya tapi tidak 'Alim maka kamu tidak boleh su'udlon dulu kepada Allah subhanahu Wata'ala sebab kamu tidak tahu apa yang dikehendaki Allah.

Ketika kamu melihat orang cina dengan berpakain mewah dan membawa mobil merzi, besandingan dengan santri yang berpakaian sederhana, maka kamu akan berpendapat bahwa orang cina lebih mewah dan menyenangkan dibandingkan dengan santri. Dengan keadaan seperti ini, maka kamu akan berpendapat bahwa santri lebih rendah dibandingkan dengan orang cina. Pandangan seperti ini akan menimbulkan adanya buruk sangka pada orang lain. padahal kalau kita mlihat kedepan orang yang diceritakan tadi, maka kita akan tahu jati diri kedua orang tersebut, karena orang yang berpenampilan seperti cina sebenarnmya kehidupan orang tersebut susah, Dia masih memirkirkan Duniawi sehingga Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak. bebrbeda dengan santri kalau mau tidur atau istirahat dimanapun dia berada tetap tenang, karena yang dipikirkan adalah akhirat, seperti halnya membaca sebuah cerita. Contoh cerita Nabi Yusuf ‘Alaihi ssalam kalau kita melihat hanya sebatas keadaan Beliau yang dihasudi oleh saudara-saudaranya, kemudian dilempar kedalam sumur dan dijadikan Budak, maka kita akan berprasangka bahwa kehidupan orang yang baik itu susah. Padahal kalau kita membaca sampai khatam (selesai), maka kita akan mengetahui kemuliaan Beliau.

Kekasih Allah terkadang mempunyai sifat seperti diatas tapi terkadang mempunyai sifat sebaliknya yaitu selalu berdo'a kepada Allah subahahnu Wata'ala karena rasa lemah dan butuh pada Allah subhanahu wata'ala.

Seperti yang dialami Nabi Ibrahim ‘Alaihi salam ketika meminta (do'a) kepada Allah, seperti yang ada didalam Al-Qur'an surat Assyu'aro' ayat 83-89.

رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ(83) وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآَخِرِينَ (84) وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ (87) يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
(الشعراء 89-83)



Artinya :

83. (Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah Aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,
84. Dan jadikanlah Aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian,
85. Dan jadikanlah Aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, 86. Dan ampunilah bapakku, Karena Sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat,
87. Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka dibangkitkan,
88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

Tujuan Ibnu Athoillah menerangkan hikmah ini, supaya seseorang tidak mudah berprasangka buruk pada orang lain. Ketika sudah tidak ada jalan lagi untuk menuju kepada sesuatu hal yang sudah diterangkan.

Maka berlindunglah dan meminta kepadanya supaya diberi sifat rasa cukup (pasrah) dan ridho. syaikh Abi Abbas telah berdo'a kepada Allah yang dinuqil dari muridnya yaitu Ibnu Atho'illah.

اللهمّ أغننا عن الناس ولا تغننا بهم

Dengan penjelasan :

(الإستغناء بالناس)

Ini adalah hakikat faqir, Karena masih membutuhkan selain Allah sedangkan selain Allah banyak sekali, ketika butuh sesuatu maka akan membutuhkan sesuatu yang lain

(الإستغناء بالله)

ini adalah hakikat orang kaya karena kalau tidak butuh kepada selain Allah subhanu Wata'ala berarti butuh kepada Allah saja. Kalau sudah seperti ini maka dia akan mendapatkan kekayaan yang hakiki.
Hikmah ke-159

Ma'rifat, Fana, dan Mahabbah

من عرف الحق شهده في كل شيئ, و من فني به غاب عن كل شيئ, ومن أحبه لم يؤثر عليه شيئا

Artinya : " Barang siapa yang ma'rifat kepada Al Haq (Allah), maka ia akan menyaksikanNya disetiap sesuatu, barang siapa yang fana' denganNya maka ia akan merasa hilang dari setiap sesuatu dan barang siapa yang mahabbah (cinta) kepadaNya maka tidak akan mendahulukan sesuatu dariNya (Allah) ".

Setiap hamba yang beriman kepada Allah wajib baginya mempunyai tiga unsur sifat yang meliputi, ma'rifat, fana' dan mahabbah kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Karena, bagaimana mungkin seorang hamba dikatakan beriman kalau ia tidak tahu akan Allah? bagaimana bisa dikatakan beriman kalau ia masih bersama selain Allah (belum bisa fana' denganNya) dan bagaimana mungkin dikatakan beriman kalau semua cintanya hanya kepada selain Allah ? jika ketiga sifat tadi bisa dipraktekkan maka seorang mukmin akan naik kederajat muqorobah sesuai dengan kwalitas ketiga sifat tadi.

Kalau hikmah diatas kita tela'ah, dari dlohirnya memberikan pemahaman bahwa ketiga sifat tadi terkadang satu dengan yang lainnya bisa terpisah, dengan arti kadang seorang mukmin bisa menerapkan sifat ma'rifat yang sempurna tanpa disertai fana', terkadang bisa fana denganNya tanpa dengan ma'rifat yang sempurna dan juga terkadang timbul mahabbah yang tanpa ma'rifat dan fana.

Namun pemahaman ini bukanlah maksud yang termaktub dalam hikmah diatas karena diantara ketiga sifat tersebut mempunyai ketalazuman (saling berkaitan) yang tidak bisa lepas satu dengan lainnya

Dari ketiga sifat tersebut yang menjadi pokok dan yang paling penting adalah ma'rifat. ma'rifatullah tidaklah seperti halnya manusia tahu makhluq lainnya secara kasat mata dan ini sangatlah mustahil karena bagaimana bisa akal makhluq bisa menemukan Dzat al kholiq, oleh karena itu dikatakan :

كل ما خطر ببالك فالله بخلاق ذلك

Artinya : " Apapun yang terlintas dihatimu, maka Allah adalah selainnya "

Ma'rifat kepada Allah bisa diap;ikasikan dengan mengetahui sifat-sifatNya, sifat Wujud, Esa, Qudroh, 'Ilmu, Hikmah, Rohmah, Lembut, Keagungan, memaksa, menciptakan menghidupkan, mematikan dan sifat-sifat lainnya.

Kemudian seorang hamba didalam ma'rifatnya kepada Allah dengan tahu akan sifat-sifatNya berbeda-beda kwalitasnya, ada yang sebatas tahu sifat-sifatNya dengan akalnya dan hafal nama-namaNya. Ada yang bisa ma'rifat sampai meresap pada perasaannya. Dan ada juga yang tahu atau ma'rifat akan sifat-sifatNya, sedang ia dalam keadaan disibukkan/mu'amalah dengan dunia namun hatinya masih teguh memegang prinsip dan menggantungkan semua urusan atas fadlol, sifat murah, dan qhodo qhodarnya Allah. Ia tetap memandang kehendak dan pengaturanNya serta hanya mengharapkan rahmat dan takut akan siksaanNya.

Dan sebagian yang lain ada yang lebih dari itu, ia makrifat/tahu akan sifat-sifatNya dan merasakannya sehingga tidak bisa melihat alam ini di setiap tingkahnya kecuali ia melihat jelasnya sifat-sifat Allah, ketika ia melihat sesuatu yang indah ia tidak melihat kecuali melihat sifat jamalnya Allah, ketika melihat ajaibnya pengaturan Allah pada alam ini ia tidak melihat kecuali hikmah dan pengaturanNya, jika ia dikagetkan dengan musibah dan mara bahaya yang menimpanya ia tidak melihat kecuali sifat tajalli dan sifat memaksaNya serta menganggap ujian itu adalah tarbiyah dari Allah kepada hambaNya.

Ia tidak menoleh, memandang dan tidak menemukan sesuatu didepannya kecuali jelasnya sifat ketuhanan Allah dalam ajaibnya makhluqNya, sekiranya dalil (sesuatu yang menunjukan) menjadi hancur dan hilang karena jelasnya madlulnya (yang ditunjukan), perasaan hadir dan ma'rifatnya sang arif kepada madlulnya dalil lebih dominan, bukan kepada dalil yang tugasnya sudah selesai didalam menunjukkan madlulnya.

قال سيدي الشيخ احمد زروق : والمعرفة تحقق العارف بما يقتضيه جلال معروفه حتى يصير ذلك التحقق كأنه صفة له لا يتحول ولا يتزحزح ولا
تجري أحواله الا على مقتضاها

Derajat/maqom makrifat inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu ‘Attho Illah :

من عرف الحق شهده في كل شيئ

Kemudian, termasuk suatu keharusan/kelaziman dari makrifat ini adalah tingkah/haliyah yang disebut Fana' Juz'i, karena tidak mungkin seorang ‘arif yang menyaksikan Allah didalam setiap sesuatu kecuali ketika wujudnya mahluk di depannya hancur atau rusak (menurut pandangan mata batin / basirohnya) serta ia masih yakin akan wujudnya makhluk dan masih muamalah/bisa berhubungan dengannya. Inilah yang disebut الفناء الجزئيّ

الفناء الجزئيّ هو أن ترى من المكونات أشباحها أن تغيب عنك ما قد يتوهم من فاعليتها

Akan tetapi ada sebagian orang yang ‘arif billah, yang bisa atau mampu pindah dari haliyah fana' juz'i ke fana' kulli, maka ia merasa hilang dari makhluk atau alam ini secara keseluruhan, dan tidak bisa lagi mu'amalah dengannya. Barang kali Ibnu 'Attoillah menghendaki makna fana' dengan fana' kulli ini, yang mana beliau memberikan devinisi orang yang fana' dengan ‘ibarot :

و من فني به غاب عن كل شيئ

Hanya saja haliyah fana' kulli ini sangatlah langka, karena orang yang sudah merasa hilang dengan ma'rifat billah dari setiap sesuatu, tidak bisa mu'amalah dengan manusia, ia tidak bisa bangkit untuk menuntun/membimbing manusia dan tidak bisa melakukan dakwah, tapi ia tetap dalam keadaan menyaksikan Allah dengan hatinya.

Akan tetapi, haliyah fana' kulli ini, kebanyakan hanyalah dirasakan oleh orang yang ‘arif disebagian haliyahnya saja. Kemudian ia akan kembali pada haliyah baqo' namun masih ma'rifat billah, sebagaimana ta'bir:

من عرف الحق شهده في كل شيئ

Dan inilah yang dimaksud dengan fana' juz'i, haliyah yang sering dijalani oleh sahabat - sahabat Nabi dan orang-orang shiddiqiin atau robbaniyyiin setelah mereka.

Seorang hamba yang sudah masuk pada fana' kulli ia dikatakan seorang yang majdzub (مجذوب) yang tidak bisa lagi mu'amalah dengan makhluk lainnya karena ia sedang terpana musyahadah kepada Allah, bahkan haliyahnya kadang berlawanan arus dengan syari'at, namun pada haliyah ini ia termasuk dalam keadaan 'udzur.

Bagi orang lain yang sedang menyaksikan/melihatnya diharapkan tidak langsung berprasangka buruk (سوء الظن) dan berbuat tidak sopan (سوء الأدب) kepadanya serta tidak segera menghinanya karena ia dalam keadaan udzur.

Beliau Ibnu 'Athoillah rahimahullah dalam hikmah diatas tidaklah membicarakan tentang fana' kulli yang pada sampai tingkah majdzub, namun beliau sedang membahas tentang fana juz'i yang mana hamba yang sudah sampai haliyah ini masih bisa menjalankan syari'at dan mu'amalah dengan lainnya, inilah makna yang tersirat dalam qoulnya : و من فني به غاب عن كل شيئ

Kemudian termasuk kelaziman dari ma'rifat adalah mahabbahnya sang 'arif kepada Allah ta'ala. Karena pokoknya iman tidak bisa istiqomah dan terwujud kecuali dengan mahabbah ini, cinta yang ditimbulkan dari ma'rifat tersebut.

Karena hamba yang 'arif tidak melihat alam ini kecuali ia hanya memandang sifat-sifatNya yang Maha Indah, agung dan ia mampu melihat sifat Ihsannya Allah.

Jika mahabbah ini terwujud dan bisa dilaksanakan, maka sang muhib tidak akan mendahulukan / mementingkan sesuatu kecuali hanya ridhonya orang yang dicintainya yang tidak lain hanyalah ridhonya Allah subhanahu wa ta'ala. Beliau rahimahullah berkata :

ومن أحبه لم يؤثر عليه شيئا

Kesenangan-kesenangan nafsu dan tabi'at kemanusiaan menjadi lenyap dan hancur karena wujudnya Mahabbatullah ini.

Akan tetapi adanya tabi'at kemanusiaan, kekuatan hamba yang maha lemah dan terbatas, yang mana Allah menggambarkan dalam firmanNya :

وخلق االإنسان ضعيفا (النساء : ٢٨)


Artinya : "Dan manusia dijadikan bersifat lemah" (al nisa' : 28), dan juga firmanNya yang berbunyi :

لقد خلقنا الإنسان فى كبد ( البلد : ٤)


Artinya : "Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia berada dalam susah payah" (al balad : 4).

apakah dengan keadaaan seorang hamba yang lemah tersebut mampu mewujudkan mahabbah ini ?

Oleh karena itu, seorang yang muhib lillah harus mampu berusaha keras melawan hawa nafsunya walaupun memang diciptakan dalam keadaan yang dhoif. Atas dasar mahabbah seharusnya terus memperlihatkan hina dan lemahnya dirinya dihadapan Allah, dan ketidak mampuannya dalam merealisasikan cintanya serta ia harus selalu bersabar dalam merealisasikan istiqomah dalam jalan 'ubudiyyah.

Jadi, seorang yang 'arif dan muhib lillah, sebagaimana digambarkan oleh Ibnu 'Athoillah, tidak akan mendahulukan dan mementingkan sesuatu urusan kecuali hanya urusan Mahbubnya (Allah Subhanahu wa ta'ala). Wallahu a'lam.